Game Kurusetra Berisi Perang Baratayuda Jadi Booming

Timnya sepakat RPG perdananya itu berlatar belakang perang Baratayuda. Sebab, selain Baratayuda merupakan perang kolosal sehingga cocok untuk jenis permainannya, mayoritas anggota berdarah Jawa. ’’Saya sendiri menyenangi budaya Jawa,’’ ucapnya.

Serunya perdebatan membangun game Kurusetra justru terjadi saat menentukan bentuk sesungguhnya senjata yang digunakan, cara memukul, bentuk ilmu bela dirinya, dan lain-lain. ’’Nah, di situ kami tidak mengekang kreativitas masing-masing. Kami bebaskan saja supaya imajinasi berkembang karena yang terpenting game-nya seru dan bisa dinikmati banyak orang,’’ tegasnya.

Dengan tetap berada pada benang merah bahwa identitas dalam game harus sangat Indonesia, istilah empu (pembuat senjata), abdi (pelayan), kebun, raja, dan banyak lainnya tetap dipertahankan. ’’Justru itu yang tidak boleh ditinggalkan. Visi kami untuk membuktikan bahwa ada game asli Indonesia dan negara kita mampu,’’ imbuhnya.

Berdirinya Qajoo Studio memang berawal dari hasrat batin Alex. Dia menekuni bidang teknik elektro, khususnya komputer, sejak masih SMA dan semakin menjadi-jadi saat kuliah di Universitas Kristen Maranatha, Bandung, pada 1996. Dia sebenarnya menempuh pendidikan ekonomi manajemen.

 Namun, dosen sekaligus petugas perpustakaan di teknik elektro memercayai Alex untuk membantu mengelola jaringan internet di sana. Gara-garanya, dia sering datang untuk belajar. Juga, terlihat memiliki potensi dan minat menekuni bidang itu.

Saat itu serat optik masih supermahal. Kecepatan internet masih 1 kilobit per second (kbps). Semakin lama, Alex terlihat bukan mahasiswa jurusan ekonomi. Dia lebih pas sebagai mahasiswa komputer. Dia pun sampai akhirnya tersadar bahwa sudah tujuh tahun menjadi mahasiswa. ’’Akhirnya selesai juga sih jadi sarjana ekonomi,’’ kenangnya.

Berbekal ijazah sarjana ekonomi, Alex mendapat pekerjaan dan lagi-lagi tidak sesuai bidang studinya. Dia diterima di salah satu perusahaan internet cukup besar. ’’Sempat pindah lokasi kerja, namun tetap fokus di bidang teknologi informasi itu,’’ ujarnya.

Pada 2012 Alex mulai berkerja sendiri. Kebetulan dia bertemu dengan beberapa orang kreatif dan ahli di bidang itu. ’’Saya lihat ada pemuda di Jogjakarta, dia jago banget bidang internet. Tapi, ya begitu-begitu saja. Tidak tahu arahnya. Akhirnya saya ajak,’’ kata dia.

Tinggalkan Balasan