Galang Interpelasi PPDB

[tie_list type=”minus”]Kisruh Pelaksanaan Jalur Siswa Miskin [/tie_list]

BATUNUNGGAL – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Bandung kisruh. Sejumlah pungutan terhadap calon siswa pemegang surat keterangan siswa miskin (SKTM) atau jalur afirmasi (keberpihakan), membuat membuat dewan terus bereaksi kritis. Termasuk ketidakjelasan pelaksanaan jalur itu.

Sampai-sampai, mereka menggalang hak interpelasi di DPRD Kota Bandung. Sikap ini ditunjukkan sejumlah politikus dewan kota. Seperti disampaikan anggota Fraksi PDIP Achmad Nugraha, F-Golkar Sofyanudin Syarif, F-Nasden Asep Sudrajat dan Agus Gunawan dari F-Demokrat.

’’Kami (empat anggota DPRD) sepakat menggalang dan akan mengajukan hak interpelasi ke pimpinan dewan,” kata Achmad kepada Bandung Ekspres kemarin (3/7).

Menurut dia, mengacu pada fakta yang dikumpulkan selama inspeksi mendadak (sidak) dua hari kemarin di SMK dan SMA negeri, dewan menyimpulkan sengkarut PPDB tahun ini tidak lepas dari sikap bersumber dari sikap ambivalen Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.

Achmad yang juga ketua Komisi D DPRD usai sidak di SMAN 1,2,3 dan 5, di ruang kerjanya, Jalan Sukabumi, kemarin (3/7) menyatakan, keterlambatan sosialisasi Peraturan Wali Kota (Perwal) PPDB 2015 dan tarik ulur pelimpahan kewenangan pengelolaan SMA/SMK antara Provinsi Jawa Barat dan Pemkot Bandung, seperti yang diatur dalam UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah berdampak sistemik terhadap mekanisme PPDB.

Buntutnya, kata dia, sangat naïf. Warga miskin yang ingin menyekolahkan anaknya di jalur afirmasi, kini jadi korban. Mereka (warga miskin) disuruh mundur. Padahal, sudah diumumkan diterima.

”Sikap itu merupakan intimidasi dan kejahatan terstruktur. Wali Kota harus bertanggungjawab atas dampak psikis yang menimpa pelajar dan orangtuanya,” tukas politikus PDI-Perjuangan, yang akrab disapa Amet ini.

Dia menjelaskan, dari awal seharusnya wali kota peka terhadap persoalan PPDB, yang tahun lalupun menimbulkan gejolak di masayarakat. Kebijakan menjamin seluruh warga Bandung, yang menggunakan SKTM dan memerintahkan para lurah memfasilitasi agar diterima di jalur afirmasi, seharusnya dibekali parameter yang jelas.

’’Membludaknya peserta afirmasi mengurangi kuota jalur akademis. Kepanikan wali kota bukan menyelesaikan masalah melainkan malah menambah masalah,” ucap Amet.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan