Dua Tahun Penjara Untuk Pemalsu Surat Novum

BANDUNG WETAN – Ridha Faridha Rukmiati Siti Jubaedah divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, kemarin (23/3). Dia terbukti melakukan pemalsuan surat novum saat melakukan Peninjauan Kembali pada perkara lahan Gasibu

Sidang Kasus Lahan Gasibu - bandung ekspres
AMRI RACHMAN DZULFIKRI / BANDUNG EKSPRES

VONIS 2 TAHUN: Rida Rukmiati, terdakwa kasus penggunaan dokumen palsu sengketa lahan di kawasan Gasibu ikut sidang vonis di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan R.E. Martadinata, Kota Bandung, Senin (23/3).

Oleh majelis hakim, terdakwa dianggap melanggar tindak pidana yang diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ’’Mengadili dan menyatakan terdakwa Ridha Faridha Rukmiati Siti Jubaedah secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta telah menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan. Dan menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun,’’ ucap Hakim Ketua Djoko Indarto dalam amar putusannya di Ruang Sidang V PN Bandung.

Hal yang memberatkan, menurut majelis hakim, terdakwa dinilai merugikan orang lain, berbelit-belit dalam memberi keterangan, dan tidak menyesali perbuatannya. Sedangkan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, tidak pernah dihukum, serta masih memiliki tanggungan keluarga.

Vonis yang diterima Ridha masih lebih ringan dari tuntutan jaksa. Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada yang bersangkutan pada sidang sebelumnya. Meski begitu, terdakwa akan mengajukan banding atas putusan itu. Hal sama juga dilakukan JPU.

Perkara bermula dari gugatan yang dilayangkan pihak tertentu pada tahun 2006. Padahal lahan di kawasan Gasibu Bandung dikuasai dan dimiliki oleh beberapa pihak diantaranya Pemprov Jabar, PT Bank Mandiri, PT Taspen, TNI AL, dan sejumlah perorangan. Hamparan tanah tersebut dahulunya berasal dari tanah negara yang berasal dari tanah hak barat.

Pihak tertentu, dalam hal ini Eti Erawati cs, mengklaim sebagai ahli waris Patinggi yang menurut mereka telah meninggal dunia pada tahun 1939, menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Dalam perjalanannya PTUN mengabulkan gugatan itu, namun demikian tidak halnya dengan Pengadilan Tinggi yang menganulir putusan sebelumnya.

Tinggalkan Balasan