Desakan Reshuffle Melebar

JAKARTA – Desakan perombakan Kabinet Kerja kembali muncul dari kalangan partai politik pengusung Joko Widodo Jokowi-Jusuf Kalla pada pilpres lalu.

Tidak hanya fokus pada menteri di bidang perekonomian saja, akan tetapi melebar ke pos lainnya. Parpol yang ingin segera dilakukan reshuffle ini adalah Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

’’Perombakan kabinet tidak hanya fokus pada menteri-menteri di bidang perekomian seperti yang ramai dibicarakan. Presiden Jokowi diminta agar menteri-menteri bidang lain yang tidak bagus juga diganti dan kinerjanya tidak memuaskan,’’ ungkap Patrice Rio Capella, Sekretaris Jenderal DPP Partai NasDem saaat dihubungi melalui ponselnya Senin (10/8).

Disinggung soal menteri dari NasDem bila diganti oleh Presiden Jokowi, Rio memastikan partainya akan tunduk pada keputusan sang kepala negara itu.

’’Kita serahkan sepenuhnya kepada presiden, karena itu hak prerogratif presiden. NasDem berada pada posisi memperkuat sistem presidential, namun kita harapkan presiden melakukan perombakan kabinet dalam rangka meningkatkan kinerja cabinet,’’ tukas anggota Komisi III DPR itu.

Sementara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melalui kadernya, Masinton Pasaribu menyatakan partainya tidak melunak sedikitpun. Pihaknya terus mendesak kepada Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle.

Dia mengaku, sampai saat ini partainya masih terus menyarakankan ke Jokowi agar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno dan Sekertaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto segera diganti.

’’Kita tetap menyampaikan (ke Jokowi) untuk reshuffle ke dua orang itu, dan diganti dengan orang yang tepat. Karena Kementerian BUMN dan Sekertaris Kabinet itu jauh dari harapan,’’ tukas anggota Komisi III DPR RI itu, di Komplek Parlemen RI.

Masinton melihat, perlunya Rini Soemarno di-reshuffle lantaran tidak bekerja dengan baik. Terlebih dalam menetapkan pejabat-pejabat di BUMN lebih kepada hasil transaksi.

’’Ini kan BUMN sudah disuntikan modal Rp 44 triliun, tapi kinerjanya belum berikan apa-apa, apalagi Kementerian BUMN menyusun komisaris dan direksi unsurnya kental dengan kroni-kroni,’’ ujarnya.

Kemudian untuk Andi Widjajanto, lanjutnya, beberapa kali melakukan blunder yang akhirnya Presiden Jokowi dipermalukan oleh parlemen dan juga elemen masyarakat. Salah satunya adalah Jokowi yang menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2015, tentang uang muka mobil pejabat negara yang naik dari Rp 116.650.000 menjadi Rp 210.890.000.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan