Ajarkan Wirausaha Menanam Pohon Kayu

BANDUNG – Motivator Sukses Mulia Jamil Azzaini berbagi kisah inspiratif dan motivasi kepada masyarakat dalam seminar Roadshow 5 Kota ”A Tribute: Menciptakan Panggung untuk Sang Bintang” yang digelar Butterfly bekerj sama dengan brand hijab Elzatta di Hotel Golden Flower, Jalan Asia Afrika, belum lama ini.

SEMINAR: Motivator bisnis Jamil Azzaini
istimewaSEMINAR: Motivator bisnis Jamil Azzaini saat menerangkan cara wirausaha kepada para peserta di Hotel Golden Flower, Jalan Asia Afrika, belum lama ini.

Dalam seminar tersebut, Jamil menyampaikan isi buku ”Tribute” yang dia tulis sendiri. Dia fokus mendorong para pembaca untuk menyukseskan orang lain. ”Hidup tidak hanya tentang ’aku’ hidup juga tentang ’kita’. Jadilah perantara atau sutradara bagi kesuksesan orang-orang di sekitar anda,” ujar Jamil kepada wartawan.
Menurut dia, hidup harus menjadikan orang lain ”tokoh” yang semakin sukses mulia. Untuk itu, dia membentuk program kewirausahaan, yakni menanm pohon bagi warga kampung. Keinginannya melahirkan leader (pemimpin) di kampung diwujudkan dalam sebuah kelompok usaha menanam pohon.
Saat ini, dia membina dan mendampingi masyarakat Garut Selatan dalam penanaman pohon. ”Di Garut, sudah buka delapan hektare yang siap ditanami pohon. Pohonnya yang kita tanam seperti Sengon, Jabon dan lainnya yang bisa kita panen empat hingga lima tahun,” ujar dia.
Secara nasional, telah tersebar 100 hektare tanaman pohon yang dikelola oleh depalan keluarga. Masing-masing keluarga mengelola satu hektare. Program ini pun tak memerlukan biaya banyak.
” Modal awalnya hanya sekitar Rp 17,5 juta saja. setelah itu, ada pendampingan. Mereka mengelola sendiri, menjadi leader sendiri dalam usahanya itu,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, dari satu hektare bisa menghasilkan 1000 pohon. Keuntungannya dari satu hektare bisa mencapai Rp 225 juta. ”Paling yang bisa sampai dipanen hanya 500 pohon, tapi itu sudah sangat besar,” ujar dia.
Meski demikian, ada tantangan sendiri dalam mengedukasi masyarakat. Pasalnya, karakter masyarakat kampung yang jarang sabar menunggu hasil selama lima tahun. Untuk itu, ada cara lain untuk menyiasati agar penanam bisa memperoleh penghasilan lain. Yakni dengan cara tumpang sari. (rls/fik)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan