Gratiskan Pancawarna Senilai Miliaran Rupiah

Pada awalnya, pancawarna sebenarnya bukan pilihan suvenir untuk delegasi KAA. Emil –sapaan Ridwan Kamil– lebih dulu memilih batu biru dari Baturaja, Sumatera Selatan, untuk cenderamata.

”Sebagai orang yang tinggal hanya sekitar 100 km dari Bandung, tidak terima dong kalau batu yang dipakai dari Sumatera. Ini momen bersejarah, seharusnya batu dari Jawa Barat yang dipakai,” tandasnya. ”Saya juga gratiskan semua batu pancawarna itu,” imbuhnya.

Sebagaimana dijelaskan Dicky Candra, Emil memilih batu biru karena batu jenis itulah yang pada awalnya tersedia. Ada seorang pengusaha yang mau menyumbang. Karena itu, ketika ada yang mau menyumbang batu asli Jawa Barat, Emil juga menerima. Sebagai jalan tengah setelah mendapatkan tawaran Yudi, pancawarna untuk liontin, sedangkan batu biru untuk cincin.

Menurut Yudi, pilihan itu tepat karena pancawarna lebih pas dibuat liontin. Keindahan warna-warnanya akan lebih terlihat. Bentuknya pun lebih besar. ”Batu 60 kilogram ini kalau dibuat cincin bisa jadi 1.000 biji. Tapi kalau liontin cukup seratusan lebih,” urainya.

Nilai pancawarna yang disumbangkan Yudi itu cukup tinggi. Sekilogram batu pancawarna biasanya dijual Rp 5 juta. Kalau sudah dibuat liontin, pancawarna jadi lebih mahal. Satu biji biasanya dijual Rp 10 juta–Rp 15 juta. Maka, uang yang bisa didapat Yudi jika menjual 109 liontin itu mencapai Rp 1 miliar–Rp 1,6 miliar.

”Insya Allah saya ikhlas menyumbang demi kebanggaan bangsa dan negara,” tegasnya.

Batu pancawarna itu ditemukan sekitar tiga bulan lalu di Gunung Kencana, Kecamatan Waringin, Garut. Batu tersebut terdiri atas berbagai bongkahan dengan berat total 200 kilogram. Yudi mendapatkan jatah 60 kilogram setelah dibagi dengan Kasepuhan Garut dan dibersihkan dari bagian batu yang tidak berkualitas.

”Eh, ternyata 60 kilogram yang saya dapatkan sama dengan ulang tahun KAA yang tahun ini memasuki usia 60 tahun,” ucap Yudi.

Yudi sangat yakin, liontin pancawarna akan memberikan kesan mendalam kepada para delegasi. Sebab, itu adalah simbol Bhinneka Tunggal Ika. ”Pancawarna ini seperti Pancasila, melambangkan perbedaan tetapi tetap satu kesatuan,” terangnya.

Karena liontin untuk tamu-tamu negara, Yudi menyatakan akan membuatnya dengan sangat cermat. Batu besar tersebut akan dipecah menjadi kepingan melalui proses pembelahan. Berikutnya, dilakukan pemotongan dan pembodian. Setelah itu, ada proses gosok dan poles (gospol).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan