Jadi Terkenal setelah Gunakan Nama Gunawan

Sejak itulah, setiap bertemu orang Indonesia, Cai memperkenalkan diri dengan nama Gunawan. Dengan nama Indonesia tersebut, Cai jadi lebih dikenal. “Saya boleh dikatakan Gunawan aspal, asli tapi palsu. Nama Indonesia, tapi saya warga negara Tiongkok. Palsu orang Indonesia,” katanya lantas tertawa.

Tidak hanya menyandang nama Indonesia, Cai juga memiliki kiprah sangat besar bagi Indonesia. Hampir 44 tahun dia terus mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia di tanah airnya, Republik Rakyat Tiongkok.

Sejak masih SMA Cai memang sudah tertarik dengan budaya dan bahasa Indonesia. Karena itu, begitu lulus SMA, pada 1970, dia langsung mengambil Program Studi (Prodi) Indonesia Fakultas Bahasa dan Budaya Asia Institut Bahasa Asing Guangzhou. Dia menyelesaikan studinya pada 1975 dan langsung diangkat sebagai dosen di prodi Indonesia.

Rupanya, Cai belum puas dengan penguasaan bahasa Indonesia yang dipelajarinya di jenjang S-1. Dia melanjutkan S-2 di kampus yang sama pada 1984″1987 saat menjadi ketua prodi Indonesia. Karirnya pun terus meningkat seiring dengan kiprahnya yang makin besar sebagai pakar bahasa dan sastra Indonesia. Dua kali dia menjabat wakil dekan Fakultas Bahasa dan Budaya Asia GDUFS.

Selama menjadi ketua prodi dan wakil dekan, Cai telah menjalin hubungan kerja sama antara GDUFS dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Di antaranya dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Unesa. Itu sebabnya, kunjungan Cai di Indonesia selalu dinanti kampus-kampus yang menjalin hubungan dengan GDUFS.

Kini Cai sudah pensiun sebagai pegawai pemerintah. Meski begitu, tenaga dan pikirannya masih dibutuhkan pihak kampus. Karena itu, sampai sekarang dia masih aktif menjadi dosen bahasa dan sastra Indonesia di kampusnya. Dia ingin semakin banyak orang Tiongkok yang menguasai bahasa Indonesia. Sebab, menurut Cai, Indonesia adalah negara sahabat yang punya peran penting di Asia.

Itu sebabnya, tak heran bila kini ada sepuluh perguruan tinggi di Tiongkok yang memiliki prodi Indonesia dengan konsentrasi ilmu bahasa dan budaya Indonesia. Di antara kampus-kampus itu, GDUFS yang paling banyak menerima mahasiswa prodi Indonesia. Maklum, kampus tersebut sudah memiliki prodi Indonesia mulai 1960-an.

Tinggalkan Balasan