Rekomendasikan Impor Bawang Putih Seharusnya Kementan Transparan

JAKARTA – Rencana Kementerian Pertanian yang akan menerbitkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) untuk komoditas bawang putih dengan total volume 103.000 ton dinilai oleh sebagian kalangan tidak transparan.

Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro. Kentan seharusnya tidak terburu-buru dalam memutuskan impor bawang putih. Hal ini perlu dilakukan untuk mengesampingkan dugaan-dugaan adanya kepentingan tertentu, termasuk politik di dalamnya.

Menyoal ketidaktransparanan Kementan dalam pemberian RIPH menjadi pemicu kegaduhan saat DPR mengundang berbagai pihak, termasuk asosiasi terkait bawang putih.

“Nah itukan diributin waktu kita ngundang asosiasi. Jadi RIPH nya pilih-pilih tidak transparan. Banyak yang tidak dapat. Harusnya transparan terbuka saja. Waktu RDP asosiasi pada protes. Perusahaan yang bagus dikasih, yang tidak bagus, jangan,” kata Darori kepada wartawan, Selasa (11/2).

Menurutnya, Kementan seharusnya juga berbincang bersama dengan asosiasi untuk menelisik perusahaan yang mengajukan RIPH.Terlebih,  Kementerian dinilainya kurang tegas dalam pengawasan.

Dewan juga menilai ada perubahan peraturan menteri dinilai kurang tepat. Sebab, dilakukan menjelang pergantian menteri harusnya diselisik dan diklarifikasi penerapannya terhadap importer dulu.

“Harusnya kan importir wajib menanam 5 persen dari rencana. Nah, sekarang terbalik. Nanamnya nanti. Kalau saya usulkan ada jaminan dalam tanaman bawang. Jadi importir deposit uang seluas rencana tanamannya.” katanya.

Semenatara itu, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi di kesempatan berbeda, mendesak Kementan untuk menjelaskan kepada public mengenai urgensi impor bawang putih.

’’Transparansi sangat perlu untuk menegaskan ada-tidaknya kepentingan tertentu, termasuk kepentingan politik,’’kata dia.

Dia mendesak kepada lembaga Komite Pemberantasan Koruspsi (KPK) untuk melakukan pemantauan terhadap kegiatan impor ini. Sebab, bukan tidak mungkin ada permainan dibelakangnya.

“Harus ada pengawasan dari KPK atas pemberian RIPH agar pengambilan keputusan ini bukan untuk mengakomodir kepentingan, misalnya partai politik,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Liliek Srie Utami mengatakan, proses RIPH bawang putih sebetulnya sudah diajukan para importir sejak pertengahan November 2019 lalu. Jadi, keluarnya RIPH 103 ribu ton bawang itu juga bukan keputusan dadakan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan