Lambat Lapor Dana Kampanye, Bisa Diskualifikasi

JAKARTA- Memasuki tahapan awal Pilkada Serentak 2020, Bawaslu mengingatkan agar peserta menyiapkan diri dalam melaporkan dana kampanye. Menurutnya, jika terlambat melewati waktu yang ditentukan, sanksinya bisa sampai diskualifikasi.

Ketua Bawaslu RI, Abhan meminta pasangan calon di 270 daerah di Indonesia yang melaksanakan pilkada bisa menggunakan dana kampanye secara transparan dan akuntabel.

Abhan menegaskan, hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 74 Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau biasa disebut UU Pilkada.

“Soal laporan dana kampanye peserta harus taat dan patuh terhadap persoalan jadwal. Karena kalau telat bisa kami rekomendasikan diskualifikasi,” tegas Abhan di Jakarta, Rabu (5/2).

Perihal laporan dana kampanye, Abhan meminta peserta pemilihan dapat mengatur dengan baik mulai pembukaan rekening kampanye hingga Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

Dia mengimbau agar setiap prosesnya dapat dilalui dengan tahapan yang sesuai. “Laporan dana kampanye ini adalah bentuk akuntabilitas transparansi dari peserta pemilu, maka tidak bisa main-main,” jelasnya.

Di sisi lain, Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menjelaskan, setiap fungsi pengawasan dan penanganan yang dijalankan Bawaslu perlu adanya peran pemerintah.

Dia ingin pemerintah daerah bisa bekerja sama dalam bersinergi dengan peserta pemilu dan masyarakat tentang penanganan pelanggaran pilkada mendatang.

“Ini akan menjadi bagian penting memastikan penegakan hukum itu adalah proses penanganan pelanggaran Membuktikan yang dilakukan terbukti atau tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan,” tambah Dewi.

Sementara itu, Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin meminta jajaran pengawas pemilu meningkatkan kinerja sekaligus mengajak masyarakat menjadi pengawas partisipatif. Berdasarkan pengalaman lalu, dia menyimpulkan, hasil laporan pelanggaran pilkada merupakan kerja pengawasan partisipatif masyarakat.

Afif menjelaskan, hal tersebut dapat diukur dari temuan dan laporan pada pilkada 2018 dan pemilu 2019. Pada pilkada 2018 terdapat 5.814 temuan dan 2.566 laporan. Sementara pada pemilu 2019 terdapat 18.995 temuan dan 4.500 laporan. Jika temuan lebih banyak, maka kinerja pengawasan pemilu lebih banyak.

“Jika lebih banyak laporan maka lebih banyak pengawasan dilakukan oleh masyarakat. Dari dua uraian tersebut, jumlah temuan lebih banyak dari laporan artinya kinerja pengawas lebih tinggi dari pengawasan masyarakat,” terang Afif.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan