Bawaslu: Jangan Gunakan Sarana Pendidikan untuk Kampanye

SOREANG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung mengimbau agar tempat ibadah tidak digunakan untuk kegiatan kampanye politik, sehubungan akan dilaksanakan Pilkada 2020 di Kabupaten Bandung.

Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung, Januar Solehuddin mengatakan, tempat ibadah memang biasa disasar menjadi lokasi kampanye karena tempat ibadah merupakan tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai kalangan sosial.

”Tempat ibadah memang jadi motif adanya kegiatan kampanye. Alasannya logis, temoat ibadah adalah tempat yang digunakan orang untuk berkumpul. Baik ibadah, pengajian, dakwah dan lain sebagainya,” kata Januar saat ditemui di Soreang, Jumat (17/1).

Menurutnya, kampanye sendiri merupakan wujud dari pendidikan politik kepada masyarakat. Kendati demikian, kampanye politik harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan menjungung azas kepatuhan dari aturan perundang-undangan.

”Artinya dalam setiap kegiatan kampanye baik melalui metode terbatas, pertemuan tatap muka, debat terbuka antarcalon hingga penyebaran bahan kampanye tidak boleh melanggar ketentuan yang diatur dalam undang-undang,” jelasnya.

Januar menjelaskan, Bawaslu tidak membatasi seseorang melakukan kampanye. Namun, definisi kampanye harus betul-betul dipahami. Kampanye politik seperti seperti mengajak untuk memilih, menyampaikan visi dan misi calon hingga penyebaran stiker (bahan kampanye) tidak boleh dilakukan di tempat-tempat ibadah. Seperti halnya masjid.

Selain tempat ibadah, kata Januar, tempat pendidikan keagamaan seperti pesantren juga tidak boleh digunakan untuk kampanye politik. Selama ini, pesantren memang kerap digunakan oleh seseorang untuk melakukan kampanye.

”Mereka (peserta pemilu) sering mengartikan bahwa tempat pendidikan itu seperti SD, SMP, SMA, atau Universitas. Tapi pesantren juga masuk dalam tempat pendidikan. Hanya saja berbasis keagamaan,” tegasnya.

Januar menambahkan, menjadikan tempat Pendidikan dan tempat ibadah sebagai ajang kegiatan kampanye tentu memiliki sanksi yang diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016. Hal tersebut secara jelas tertera pada pasal 187 ayat (3).

Bunyi pasal tersebut yaitu setiap orang yang sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 huruf g, huruf i atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000, atau paling banyak Rp1.000.000.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan