Tergantung Subjektivitas Hakim

JAKARTA – Sejumlah dalil yang disebutkan Tim Hukum Prabowo Subianto – Sandiaga Uno dinilai kurang substanstif. Tidak hanya kepada pokok hasil pemilu, tetapi melebar ke proses penyelenggaraan pesta lima tahunan. Dari sejumlah dalil, yang paling berpotensi diaminkan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah persoalan Cawapres Ma’ruf Amin yang masih menjabat di dua lembaga milik negara.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan, ada potensi MK mendiskualifikasi Ma’ruf Amin. Hal ini beralasan, karena jika nantinya terbukti dan sesuai dengan fakta hukum, MK bisa menganulir Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden terpilih.

Tumpang tindihnya aturan juga diakui akademisi Universitas Islam Al Azhar Indonesia tersebut. Tinggal hakim MK menilai dan menggunakan dasar hukum yang sesuai. Karena sesuai dengan keputusan MK, anak perusahaan BUMN masih menjadi bagian dari BUMN.

Ujang berpendapat, apabila mengacu kepada peraturan BUMN, seharusnya jika diakui sebagai BUMN, penyertaan modal harus dilakukan sepenuhnya oleh negara. Jika anak perusahaan, tidak lagi dilakukan penyertaan modal oleh negara.

“Nah ini yang paling ada peluang. Ada kemungkinan hal ini disetujui oleh MK. Karena adanya tumpang tindih aturan. Tidak menutup kemungkinan, putusan yang diambil ada subjektivitas hakim. Tapi saya yakin keputusan yang diambil adalah yang terbaik,” kata Ujang kepada FIN (Fajar Indonesia Network) di Jakarta, Selasa (18/6).

Terpisah, Pengamat Politik Emrus Sihombing mengatakan, ruang pengadilan adalah ruang dialektika. Kuasa hukum akan mengutarakan hal-hal yang bisa menjadi opini publik. Ia melanjutkan, dalam ruang pengadilan, yang paling penting adalah fakta empirik. “Jika TSM, tuduhan tersebut belum ada ukurannya di Undang-Undang. Kuasa hukum masih mendefinisaikan sendiri-sendiri. Pengacara KPU saya rasa sangat wajar jika menolak definisi dari pemohon,” ucap Emrus.

Menurutnya, definisi yang diajukan pemohon tidak bermasalah. Tetapi masih menjadi perdebatan. Oleh karena itu, jika sidang lebih baik harus disajikan fakta. Kalau misalnya memberikan analisis kualitatif, itu akan debatebel dan persepektif. “Fenomena hukum harus dibawa ke ranah pembuat Undang-Undang,” imbuhnya.

Akademisi Universitas Pelita Harapan ini mengatakan, definisi suatu lembaga sebagai BUMN harus merujuk kepada Undang-Undang. “Bukan sebagai terlapor atau pelapor. Sangat tergantung kepada definisi Undang-undang,” tukasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan