Tak Patuh PP Pengupahan, Wali Kota Bisa Disanksi

CIMAHI –Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di Kota Cimahi tahun 2020 sudah ditetapkan Dewan Pengupahan Kota Cimahi melalui rapat pleno pada Kamis (14/11). Hasilnya, penetapan upah para buruh tahun depan tetap mengacu pada Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Namun, untuk keputusan akhir, tetap menunggu ketuk palu dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil setelah mendapat rekomendasi dari Wali Kota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna. Rencananya, keputusan itu akan diumumkan 21 November mendatang.

Dengan hasil rapat pleno itu, maka keinginan buruh di Kota Cimahi untuk mendapat kenaikan UMK hingga 13,2 persen tahun 2019 hampir dipastikan tidak akan terwujud.
Upah tetap menggunakan formulasi laju inflasi dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang diakumulasikan dengan UMK Cimahi tahun 2019, yakni sebesar Rp2.893.074.
Artinya, upah para buruh tahun depan hanya naik 8,51 persen, atau menjadi Rp3.138.985.

”Kalau pleno sudah final, tidak keluar dari rumus formulasi PP 78. Sudah ditetapkan angkanya oleh pusat, 8,51 persen,” terang Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Cimahi, Febi Perdana Kusumah saat ditemui di Pemkot Cimahi, Jalan Rd. Hardjakusumah, Jumat (15/11)

Dikatakan Febi, hasil rapat pleno di Dewan Pengupahan Kota Cimahi akan langsung direkomendasikan kepada Wali Kota Cimahi. Kemudian Wali Kota Cimahi, merekomendasikannya kepada Gubernur Jawa Barat.

”Nanti diajukan ke gubernur. Menjadi bahan wali kota untuk merekomendasikan ke gubernur,” ujarnya.

Saat rapat pleno, terang Febi, memang sempat ada perdebatan terutama dari serikat pekerja yang menginginkan UMK tahun depan naik 13,2 persen. Namun, tegas Febi, pihaknya sendiri tak bisa begitu saja melenceng dari PP 78.

Sebab jika aturan tersebut tidak dipatuhi, bisa saja seorang kepala daerah dalam hal ini Wali Kota Cimahi mendapatkan sanksi. Aturan tersebut sesuai yang tertera dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Sanksinya administratif.

”Kalau melihat aturan selama PP 78 memang belum dirubah artinya pihak pemerintah daerah pasti akan patuh. Kalau kepala daerah tidak patuh terhadap aturan pusat ada sanksinya, lebih beratnya bisa diberhentikan dari jabatan,” tegasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan