Skema PPDB Tahun Ini Mengedepankan Jalur Zonasi

BANDUNG– Setiap tahun, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berupaya menyelenggarakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sebaik-baiknya. Berbekal Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, Pemkot Bandung menelurkan Peraturan Wali Kota Nomor 13 Tahun 2019 tentang PPDB.

Pada aturan tersebut, penerimaan siswa baru masih mengedepankan jalur zonasi dengan kuota sebesar 90%, ditambah kuota untuk jalur prestasi sebesar 5%, dan jalur mutasi atau kepindahan tugas orang tua sebesar 5%.

Di Kota Bandung, jalur zo­nasi 90% itu diformulasikan sehingga tercapai proporsi yang berkeadilan. Calon peserta didik bisa mengambil tiga pi­lihan formasi dalam skema ini.

Pertama, formasi zonasi murni sebesar 50% dari total jumlah kursi di sekolah. For­masi ini dinilai hanya dari skor jarak rumah ke sekolah. For­masi kedua adalah untuk siswa yang Rawan Melanjut­kan Pendidikan (RMP) dengan kuota minimal 20%.

”Kenapa kami katakan mi­nimal, karena setiap sekolah bisa menerima anak kurang mampu lebih dari 20% ter­gantung kebijakan sekolah,” ungkap salah seorang Tim Perumus PPDB Kota Bandung 2019 Suratman dalam Bandung Menjawab, Selasa (16/4/2019).

Formulasi ketiga dari jalur zonasi adalah kombinasi an­tara skor akademis dan jarak. Pada formulasi ini, bobot jarak dihitung 60%, dan bobot nilai ujian dihitung 40%.

Selain jalur zonasi, jalur prestasi juga bisa menjadi pilihan. Ada kuota 5% bagi siswa yang berprestasi. Kuo­ta tersebut diperuntukkan bagi prestasi akademis (2,5%) dan non akademis (2,5%).

Ketua Dewan Pendidikan Kota Bandung, Kusmeni S. Hartadi mengungkapkan, skema tersebut merupakan upaya pemerintah mengha­dirkan paradigma baru dalam pendidikan. Masyarakat di­harapkan tidak lagi mengang­gap ada sekolah favorit dan tidak favorit, serta tidak menganggap sekolah negeri selalu lebih baik dari swasta.

”Cara ini membuat anak-anak yang berprestasi tersebar me­rata di semua sekolah. Mereka bisa mewarnai sekolah yang dekat dengan rumahnya,” ujarnya.

Tak hanya itu, cara ini bisa memberikan ruang bagi warga kurang mampu untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan berkualitas.

“Ini menunjukkan pemerin­tah punya kepedulian terhadap masyarakat tidak mampu, kalau dulu seolah ada pemis­ah, seolah sekolah pinggirian itu untuk tidak mampu,” pung­kasnya. (mg1/drx)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan