JAKARTA –Beda haluan ternyata biasa. Dan ketika kalah dalam medan pertempuran politik, maka jurus lain pun dilakukan. Salah satunya, memboyong gerbong partai, merebut posisi di parlemen, meski harus menundukan kepala untuk berkoalisi.
Ya, semenjak diputuskan untuk bubar, seluruh partai mantan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur Prabowo-Sandi tengah disibukan dengan urusan internal. Pilihannya hanya dua. Oposisi atau koalisi.
Kebanyakan dari mereka beralasan menunggu rapat koordinasi (rakor) dan musyawarah nasional (munas) dari masing-masing partai. Namun, sinyal-sinyal untuk merapat atau tidak ke pemerintahan sudah mulai terdengar.
Sandiaga Uno misalnya. Calon Wakil Presiden itu secara mengejutkan mengucapkan selamat atas penetapan Jokowi-Maruf. Ucapan itu disampaikan melalui video yang diunggah di akun Instagram pribadinya. “Selamat bekerja, selamat menjalankan amanah rakyat, selamat berjuang untuk terus mencapai cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya, kemarin.
Menurut dia, perjuangan tidak berhenti sampai di sini. “Berjuang untuk bangsa dan negara tidak harus selalu dilakukan dari dalam struktur pemerintahan,” lanjutnya. Ikhtiar mewujudkan keadilan sosial bisa dilakukan dengan banyak cara. Yang terpilih akan memimpin di pemerintahan, sedangkan yang tidak terpilih akan berperan sebagai mitra penyeimbang untuk menjaga jalannya pemerintahan ke depan.
Sejak awal Sandiaga menganggap kompetisi bukan permusuhan, apalagi perang total. Hanya, menjadi penyeimbang bukan berarti tidak ingin bersama. “Justru karena kita ingin bersama-sama menjaga kepentingan negara,” tutur mantan Wagub DKI Jakarta itu. Apabila ada mekanisme saling cek, kontrol, dan saling mengingatkan, dia yakin pemerintahan ke depan berjalan dengan baik.
Sandiaga menambahkan, setelah ini seluruh komponen bangsa harus kembali bersatu. Bekerja sama dan bahu-membahu untuk memajukan bangsa. “Perbedaan pilihan politik tidak harus membuat kita bermusuhan,” katanya.
Pernyataan Sandi ini berbanding lurus dengan statmen yang dilontarkan Sekjen PAN Eddy Soeparno misalnya. Cukup jernih untuk ditangkap. Ini sejalan dengan sikap Ketua Umum Zulkifli Hasan. “Lho kan saya bilang. Mekanisme partai yang ditempuh. Check and balances masih bisa dilakukan sekali pun koalisi tersebut dibilang gendut,” terangnya, kemarin.