Priangan Timur Memesona di Weekend Market 

”Di Weekend Market Priangan ini ada 14 desainer yang ikut. Ini tugas kami untuk membuat desainer dari daerah itu semakin potensial dengan mengangkat komoditi yang ada di Tasikmalaya,” kata Hesty.

”Sebelumnya sudah ikut Indonesia Modest Fashion Week, Inacraft, dan selalu ikut pameran agar bisa melihat tren baju muslimah ke depan,” tambahnya.

Hesty pun berujar, KDMI terus melakukan pelatihan desain dan tren serta marketing agar desainer muslimah Priangan Timur bisa bersinergi bersama perkembangan tren nasional. ”Indonesia akan menjadi kiprah fashion muslim dunia, sekarang semakin booming dan bagus,” urainya.

”Lewat pameran ini kami berharap menemukan segmentasi agar lebih berkembang, sekaligus ingin perlihatkan bahwa banyak mutiara dan potensi dari daerah,” tegas Hesty.

Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan selaku Koordinator Bidang Promosi Dekranasda Kabupaten Tasik Herni Herliani, Weekend Market kali ini menjadi ajang bagi pihaknya untuk mengangkat keunggulan Kabupaten Tasikmalaya selain kerajinan Rajapolah yang sudah cukup mendunia.

”Ada sutra Sabilulungan III dari Sukaresik. Sutra dibuat manual oleh tangan. Proses produksi pun dimulai dari ternak ulat sutra. Tentu harapan kami UMKM di sini (Weekend Market) semua naik, produknya, kualitasnya. Sehingga bisa ekspor,” kata Herni.

Kendra, pemilik merek Sabilulungan III, mengatakan produknya memang memiliki keunggulan soal orisinalitas. ”Pekerjaan kami dari hulu sampai hilir, dari budidaya ulat sutra sampai jadi kain. Dari awal sampai memasarkan produk,” ujarnya.

”Se-Tasikmalaya yang produk sutra cuma ini (Sabilulungan III) saja. Motif sama saja (dengan sutra lain), tapi kami benang lokal dari ulat, tahan lama. Dan sutra beda dari China, lokal ini lebih empuk,” ujar Kendra.

Kendra pun bercerita, pabriknya di Kampung Karang Anyar Desa Cipondok Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya hanya memiliki sekira 30 karyawan.

Dirinya pun berharap, suatu saat bisa menambah jumlah produksi untuk memenuhi permintaan pasar. ”Oleh Indag dan Pemkab sering di bawa ke Jakarta. Di sana asal siap (jual) barang, langsung habis,” katanya.

”Sekarang Alhamdulillah permintaan sudah banyak. Per bulan kami buat 250 potong kain sutra sulam, tapi idealnya 500 potong. Harga antara 500 ribu sampai 1,5 juta, batik lebih mahal lagi,” tutur Kendra.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan