Pemberian Mahar pada Pilkada, Bakal Kena Pidana

SOREANG – Menjelang berlangsungnya penyelen­ggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabu­paten Bandung pada tahun 2020 mendatang, Bawaslu Kabupaten Bandung mem­peringati kembali bahwa pemberian Mahar Politik pada Pilkada dilarang dan akan ditindak tegas.

Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Januar Solehuddin mengungkapkan, pembe­rian mahar politik dalam Pemilihan Kepala Daerah baik itu Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota ataupun Bupati/Wakil Bupati dilarang se­suai dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 2016.

”Mengingat secara jelas pada pasal 47 UU 10/16 di­nyatakan bahwa Partai Po­litik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa­pun pada proses pencalonan Gubernur, Bupati, dan Wa­likota,” ungkap Januar saat di wawancara, Jumat (1/11).

Dia juga menjelaskan, ba­hwa anggota partai politik atau gabungan partai poli­tik yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan memberikan imba­lan (mahar) pada pemilihan kepala daerah dapat dikena­kan sanksi dipidana. Hal tersebut sesuai dengan ke­tentuan pada pasal 187b UU 10/16.

”Anggota Partai Politik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan senga­ja melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apa­pun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Guber­nur, Bupati dan Wakil Bu­pati, serta Walikota dan Wakil Walikota sebagai­mana dimaksud dalam Pa­sal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara pa­ling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah),” jelasnya.

Januar mengatakan, bahwa selain itu anggota partai politik atau anggota ga­bungan partai politik akan dikenai sanksi adminis­trasi juga berupa pelarang­an pengajuan calon kepala daerah pada periode sela­njutnya pada daerah yang sama.

”Walaupun demikian, agar terdapat kepastian hukum mengenai larangan pem­berian mahar atau imbalan dalam proses pencalonan kepala daerah dalam pene­rimaan tersebut harus di­buktikan dengan putusan pengadilan yang telah mem­punyai kekuatan hukum tetap,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan