Jokowi Harus Kaji Ulang Impor Bawang

JAKARTA – Kebijakan impor bawang putih sebanyak 100 ribu ton kepada Bulog mendapat kritikan keras berbagai kalangan.

Direktur Eksekutif IPR, Ujang Komarudin menilai, kebijakan diskresi tanpa wajib tanam itu menimbulkan perlakuan yang sangat merugikan petani. Apalagi, dari sisi politik cara ini sangat tidak populis.

Dia mengkhawatirkan, cara tersebut akan menimbulkan kekecewaan petani dan bisa berimbas kepada elektabilitas Presiden Jokowi di pemilu presiden. Terlebih, kalangan petani adalah salah satu basis massa Jokowi.

“Jangan melakukan kebijakan yang salah kaprah jelang pemilu karena akan menurunkan elektabilitas Jokowi. Apalagi hampir sebagian pemilih Jokowi adalah petani. Mereka diayomi. Dijaga. Kalau perlu diuntungkan. Jangan dirugikan. Kalau dirugikan akan berbalik arah dan ini akan merugikan pak Jokowi,”jelas Direktur Eksekutif IPR, Ujang Komarudin, Kamis (21/3).

Ujang mengingatkan, berdasarkan berbagai survei, pemilih Jokowi banyak kalangan menengah ke bawah seperti petani. Sehingga, harus dijaga, jangan membuat kebijakan yang merugikan.

Sementara itu, Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi juga mengatakan kebijakan impor kepada Bulog ini tidak pro terhadap kepentingan dan nasib rakyat.

“Kebijakan ini dikhawatirkan akan memukul para petani bawang. Dan berakibat dukungan kepada 01 ditinggalkan,” ungkap dia.

Uchok mendesak agar kebijakan impor harus dibatalkan secepatnya. Sebab, jika terlambat akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan petani dan rakyat Indonesia kepada Jokowi.

“Harus dibatalkan. Apalagi, saya melihat ada kongkaligkong disitu. Makanya semua aturan ditabrak saja,” cetus dia.

Sebelumnya, Anggota Komisi IV Darori Wonodipuro dan Angggota Komisi IV Andi Akmal Pasludin mendesak penugasan Bulog untuk melakukan impor 100.000 ton bawang putih harus dievaluasi.

Sebab, kebijakan itu berpeluang membuat Bulog melakukan monopoli dan Bulog tidak dapat melakukan impor bawang putih sendiri apabila hendak melakukan impor. Pemerintah harus memberikan kuota kepada perusahaan swasta agar terhindar dari monopoli.

“Kalau begini dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat,” kata Darori. (rls/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan