Jelang Munas, Suara DPD II Jadi Penentu

JAKARTA – Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar akan digelar pada 3-6 Desember 2019 mendatang. Klaim dukungan membuat internal Beringin memanas. Aksi saling serang, sindiran hingga mendiskreditkan calon tertentu, terus bergulir. Suara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat II dinilai menjadi penentu dalam pemilihan Ketua Umum DPP Partai Golkar.

“DPD II kunci dari hasil Munas Golkar. Suara yang diberikan bukan hanya sekadar hak suara. Tetapi suara yang dipertimbangkan. Karena menyuarakan langsung aspirasi anggota partai di daerah yang sehari-hari berurusan langsung,” kata politisi senior Partai Golkar, Marzuki Darusman, di Jakarta, Senin (25/11).

Menurut dia, suara Golkar saat ini harus dipulihkan dari kemerosotan. Sebab, Suara Golkar pada Pemilu 2019 menurun. Pada Pemilu 2014, Golkar mendapat 91 kursi di DPR. Namun di Pemilu 2019 hanya mengantongi 85 kursi. Untuk memulihkan suara, kata dia, Golkar harus dipimpin sosok yang fokus terhadap kinerja partai. “Partai Golkar memerlukan pimpinan yang terus menerus secara penuh memperhatikan Golkar,” papar Marzuki.

Dikatakan, tantangan agenda politik ke depan makin berat dan kompleks. Karena itu, jangan sampai Golkar tidak siap menghadapi tantangan tersebut. “Kami ini dalam keluarga besar Golkar. Tidak ada masalah individu. Tujuan kami hanya ingin partai ini selamat,” paparnya.

Menanggapi hal itu, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menyatakan dukungan DPD II kepada salah satu calon bisa menggagalkan upaya menunjuk ketua umum Golkar secara aklamasi. “Saya meyakini suara DPD II adalah penentu hasil pemilihan ketua umum,” jelas Pangi. Dia mencontohkan Munas Golkar tahun 2004. Saat itu, kbar Tandjung sebagai calon ketua umum Golkar sangat percaya diri karena sudah memegang penuh suara DPD I. Namun, Akbar dikalahkan oleh Jusuf Kalla yang bergerilya mendekati DPD II.

Sementara, pengurus Badan Kajian Strategis dan Intelijen DPP Partai Golkar, Mahadi Nasution mengkritik susunan Fraksi Golkar di DPR RI saat ini. Menurutnya, susunan Fraksi Golkar DPR tidak memperhatikan representasi kewilayahan. Dia menyebit Komisi I dan Komisi II DPR dari Fraksi Golkar berasal dari satu provinsi. Yakni Sumatera Utara. Di komisi itu ada Meutya Hafid dan Ahmad Doli Kurnia. Begitu juga dengan posisi Ketua Fraksi Golkar Kahar Muzakir dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Alex Noerdin. Keduanya berasal dari satu provinsi, yaitu Sumatera Selatan. “Selama ini Partai Golkar selalu memperhatikan representasi wilayah. Sedangkan yang terjadi sekarang tidak seperti itu,” kata Mahadi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan