Guo Banon

“STRATEGI ancaman lewat Twitter”. Itulah andalan Trump. Dan strategi itu dianggap berhasil.

Yang punya strategi adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Yang menilai berhasil itu adalah mantan penasehatnya: Steve Bannon.

Harus diakui. Belum pernah ada presiden yang begitu sering mengancam lewat Twitter. Kecuali Trump ini.

Korea Utara diancam akan diserang. Lalu terjadilah: Korut mengakhiri program nuklirnya. Iran diancam. Yang diancam tidak takut. Trump pun membatalkan sepihak perjanjian internasionalnya dengan Iran. Dan kini benar-benar siap menyerang Iran.

Tiongkok juga diancam. Juga tidak takut. Maka dija­tuhilah hukuman dagang. Dilawan oleh Tiongkok. Tit-for-tat. Dijatuhi hukuman tambahan. Dilawan lagi. Di­tambah lagi hukuman itu. Minggu lalu.

Pun kali ini dilawan oleh Tiongkok. Dengan menaikkan tarif barang impor dari Ame­rika.

Semua ini akan panjang sekali dampaknya. Pun bagi dunia.

Anehnya ada juga yang ber­pendapat bahwa Trump itu masih kurang radikal.

“Mestinya langsung saja ke sasaran utama: gulingkan pemerintah Tiongkok,” ujar Steve Banon.

Memang di balik Trump sebenarnya ada orang-orang garis keras. Seperti Bannon. Atau John Bolton. Atau Larry Kudlow. Atau John Rutledge. Dan banyak lagi.

Mereka adalah penganut ideologi kanan luar, supre­masi kulit putih, konservatif dan aliran keras.

Orang seperti Bannonlah yang terus mendorong Trump untuk lebih keras. Termasuk dalam membangun tembok perbatasan dengan Mexico. Bannon menilai Trump kurang ngotot dalam membangun tembok itu. Sampai-sampai Bannon mengancam Trump: akan pengumpulan dana sen­diri. Untuk membangun tem­bok perbatasan.

Bahkan Bannon sampai keluar dari Gedung Putih. Berhenti sebagai penasehat presiden. Ia pilih berjuang di luar pemerintahan. Bisa lebih radikal.

Ia kembali aktif di lembaga think-thanks. Terus mendo­rong Trump untuk lebih ra­dikal. Bahkan mendorong negara-negara Eropa. Untuk melawan imigrasi. Bikin tem­bok pula. Atau mendirikan partai yang pro kulit putih. Bannon keliling Eropa. Cera­mah di mana-mana. Isinya sama: membangkitkan se­mangat kulit putih.

Kini perjuangan Bannon fokus ke Tiongkok. Ia menge­cam Trump: mengapa ngurus Iran dan Korea Utara. Itu ke­cil, katanya. Amerika, kata Bannon, harus langsung ke yang besar: gulingkan Tiong­kok.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan