Gugatan Kasasi Tidak Diketahui Prabowo

JAKARTA – Ketua Kuasa Hukum pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widowo dan KH Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga S Uno kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pasangan tersebut kembali mempermasalahkan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pemilu 2019.

Menurut, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad gugatan tersebut tanpa sepengetahuan partainya dan Prabowo-Sandi.

“Saya sudah konfirmasi ke Pak Sandiaga, beliau tidak tahu soal itu karena yang dipakai kuasa yang lama,” kata Dasco di Jakarta, Selasa (9/7).

Dikatakannya, kasasi kedua itu merupakan perkara yang sebelumnya telah ditolak MA. Alasan penolakan karena persoalan administrasi.

“Kuasa hukum dengan kuasa yang lama tanpa sepengetahuan kami memasukkan kembali gugatannya,” katanya.

Mantan Direktur Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi ini menjelaskan, pihaknya tidak mengetahui terkait kasasi kedua tersebut. Gugatan kedua dilakukan kuasa hukum tanpa meminta izin dan tidak mengoordinasikan kepada pihaknya.

“Terkait ini, saya akan koordinasikan dulu dengan Pak Prabowo secepatnya,” katanya.

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pasangan Prabowo-Sandiaga kembali mengajukan kasasi ke MA dan telah diregister dengan Perkara Nomor 2P/PAP/2019 tanggal 3 Juli 2019.

“Perkara ini kini sedang diperiksa MA yang tengah dalam proses menunggu tanggapan KPU dan Bawaslu selaku Termohon,” kata Yusril.

Menurutnya, pengajuan perkara kasasi kedua kalinya ini dilakukan seminggu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Prabowo dan Sandiaga tentang kecurangan dan pelanggaran TSM dalam Pilpres 2019.

Dijelaskan Yusril, perkara tersebut sebenarnya telah diajukan ke Bawaslu oleh Ketua BPN Prabowo Sandiaga, Djoko Santoso. Namun dinyatakan perkara pelanggaran administrasi TSM itu tidak dapat diterima atau N.O (niet ontvanklijk verklaard).

Menurutnya, artinya materi perkaranya tidak diperiksa sama sekali oleh Bawaslu. Alasannya karena tidak memenuhi syarat-syarat formil, yakni Pemohon tidak menyertakan alat-alat bukti untuk mendukung permohonannya. BPN kemudian mengajukan kasasi ke MA atas putusan N.O Bawaslu tersebut.

MA dalam putusan kasasinya menguatkan Putusan Bawaslu. MA kembali menyatakan perkara tersebut “tidak dapat diterima” atau N.O. Namun MA menambahan alasan penolakannya karena Pemohon perkara yaitu BPN yang ditandatangani oleh Jend TNI (Purn) Djoko Santoso tidak mempunyai “legal standing” atau alasan hukum untuk mengajukan perkara.(gw/fin)

Tinggalkan Balasan