Gaji Kepala Daerah Naik Menuai Kritik

JAKARTA – Usulan kenaikan gaji kepala daerah tidak sepenuhnya disambut secara positif. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai gagasan, yang sempat mengemuka, kurang efektif karena hanya bersifat parsial.

Koordinator organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo mengatakan, wacana tersebut seharusnya lebih sistemik pendekatannya, jangan parsial dengan menaikan gaji saja.

Alih-alih menaikan gaji, korupsi yang kini terus menjerat kepala daerah merupakan bukti adanya sistem yang belum tepat. Sistem penggajian kepala daerah sejak zaman Orde Baru sudah didesain memang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

”Tapi, pada saat yang sama, mereka semua itu dibiarkan untuk dapat tambahan yang lain dan itu tidak tercatat di dalam sistem penggajian mereka,” timpal, Minggu (27/1).

Dia menyarankan, daripada menaikan gaji, lebih baik sistemnya diubah lebih dulu. Selain itu, treatment terhadap pejabat publik juga harus diubah. ”Harus treatment khusus. Harus lebih fair dan akuntabel. Berani terbuka terhadap penggunaan APBD, yang bisa diakses publik,” tutur Adnan.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif mengatakan, usulan untuk menaikan gaji kepala daerah tidak akan sepenuhnya mencegah individu yang bersangkutan dari perbuatan korupsi.

Menurutnya, hal itu kembali ke individu dari kepala daerah yang bersangkutan. Apabila dia memiliki integritas, maka sejak awal niat untuk korupsi tidak akan ada. ”Konsekuensi sebagai kepala daerah, sebenarnya sudah mereka (kepala daerah, Red) sudah ketahui. Ini adalah jabatan amanah. Problem yang muncul, ya karena integritasnya saja yang kurang baik,” tegas Syarif.

Namun, Syarif mengakui sistem penggajian para pejabat dan pegawai negeri di Indonesia memang belum bagus. Sehingga harus diperbaiki. ”Boleh jadi ini satu solusi. Tapi itu juga tidak menjamin 100 persen, akan bersih dari gratifikasi, kolusi dan korupsi,” tandasnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 59 tahun 2000, gaji pokok kepala daerah provinsi mencapai Rp 3 juta perbulan. Sementara, tunjangan kepala daerah provinsi berdasarkan Keputusan Presiden nomor 68 tahun 2001 mencapai Rp 5,4 juta per bulan.

”Ya, memang ini tidak sebanding dengan nilai APBD yang mereka kelola. Apalagi kalau mereka ditawari dana tambahan dari pihak lain,” terangnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan