Desak Tarif Tol Trans Jawa Turun

JAKARTA – Desakan publik khsususnya kalangan pengusaha yang meminta tarif Tol Trans-Jawa diturunkan terus mengalir. Desakan ini dipicu dengan kemampuan dan keseimbangan ekonomi yang belum stabil.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai perlu ada kebijakan berani dalam mengakomodir kepentingan masyarakat. Dengan tarif Tol Trans-Jawa masih mahal, tentu menjadi efek negatif dalam memacu pertumbuhan ekonomi.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, usulan agar tarif Tol Trans-Jawa dievaluasi menjadi hal yang rasional. “Masih sepinya jalan tol Trans Jawa, jelas dipicu oleh tarif tol yang mahal itu,” ujarnya, Jumat (15/2).

Di sisi lain, Tulus menilai Tol Trans-Jawa juga terancam tidak akan menjadi instrumen untuk menurunkan biaya logistik, dikarenakan mayoritas angkutan truk tidak mau masuk ke dalam jalan tol.

“Dari keterangan Ketua Aptrindo, Gemilang Tarigan, yang tergabung dalam tim Susur ini, menyatakan bahwa sopir tidak dibekali biaya untuk masuk tol. Kecuali untuk tol Cikampek. Truk akan masuk tol Trans Jawa, jika biaya tol ditanggung oleh penerima barang. Terlalu mahal bagi pengusaha truk untuk menanggung tarif tol Trans Jawa yang mencapai Rp 1,5 juta,” paparnya.

Tulus menuturkan di sepanjang jalan tol, belum terpasang rambu-rambu yang memberikan peringatan terhadap aspek keselamatan, seperti peringatan untuk hati-hati, waspada, jangan ngantuk, marka getar dan lainnya terutama di titik titik kritis.

“Ini sangat penting agar pengguna jalan tol tidak terlena karena jalan tol Trans Jawa yang lurus, dan jarak jauh,” katanya.

Terpisah, Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas menyarankan kepada pemerintah untuk menurunkan tarif Tol Trans-Jawa.

“Kalau tarif turun, kemudian volume kendaraan pengguna lewat, kan hasilnya sama saja, jadi ini perlu pengelolaan tol yang baik,” kata Darmaningtyas.

Menurutnya, apabila penyebab sepinya pengguna Tol Trans-Jawa karena tarifnya yang tinggi, maka perlu dikaji ulang strategi pengelolaannya.

Darmaningtyas menjelaskan logikanya, jika sepi maka harus ditarik minat masyarakat atau ditingkatkan volumenya, salah satu cara dengan menurunkan tarif.

Penjelasannya adalah hasil yang didapat adalah sama dengan pendapatan total harga tarif sekarang, ketika sepi. Lebih baik kondisi tol ramai, namun harga diturunkan, maka pemasukan juga tidak akan berkurang totalnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan