DAK Pendidikan Mencapai Angka Rp 61 Miliar

NGAMPRAH– Tahun ini, Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik untuk sekolah tingkat SD dan SMP di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung Barat (KBB) mencapai angka Rp 61 miliar lebih.

Kuota anggaran tersebut terbagi untuk SD sekitar Rp 35,7 miliar dan SMP Rp 25,8 miliar dan diperuntukan bagi pembangunan ruang kelas baru (RKB), laboratorium, dan rehab ruang kelas.

Kepala Bidang (kabid) SMP pada Disdik KBB, Dadang A. Sapardan mengungkapkan, dari total 184 SMP negeri dan swasta termasuk SMP terbuka tidak semuanya mendapatkan bantuan fisik pendidikan dari DAK.

“Kita sudah mengusulkan sesuai dengan kebutuhan dan fakta kerusakan kelas di lapangan. Tapi kan acuannya kepada Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Makanya di 2019 ini untuk SMP kami hanya dapat 64 paket bantuan SMP dari DAK,” kata Dadang, Minggu (10/11).

Menurut Dadang, dari 64 paket bantuan DAK itu ada yang satu sekolah mendapat RKB dan rehab, ataupun hanya laboratorium saja. Semuanya bergantung dari Dapodik dan hasil verfak (verifikasi faktual) yang dilakukan oleh pusat. Pencairan anggaran langsung diberikan ke rekening sekolah setelah proses MoU dan administrasi selesai. Pada akhir Oktober lalu proses pencairan anggaran sudah dilakukan, sehingga saat ini pelaksanaan fisik sedang dilakukan.

“Sekarang ini pengerjaan fisik sedang berlangsung di sekolah-sekolah yang mendapatkan bantuan DAK. Polanya adalah swakelola dan dilakukan oleh Panitia Pembangunan Sekolah (P2S),” sambungnya.

Sementara, Kepala Bidang SD Disdik KBB Asep Nirwan menambahkan, untuk bantuan DAK dari pusat tahun ini ke KBB mengalami penurunan. Kondisi itu jelas berimbas kepada program perbaikan infrastruktur sekolah baik rehan atau bangun baru. Contohnya untuk di SD, tahun ini yang mendapatkan bantuan DAK hanya sebanyak 110 paket sekolah. Padahal dari total 709 SD negeri dan swasta, sekitar 50%-nya dalam kondisi rusak.

“Untuk intervensi bantuan DAK bagi SD hanya 110 paket, tapi kami berupaya menutupi sekolah yang tidak tercover bantuan seperti dari APBD kabupaten, provinsi, maupun CSR perusahaan,” sebutnya.

Menurut Asep, faktor penyebab kerusakaan kelas bisa diakibatkan berbagai hal. Misalnya karena usia bangunan yang sudah tua, kontruksi bangunan tidak kokoh, karena bencana alam, dan lainnya. Makanya kebutuhan perbaikan ruang kelas rusak sebenarnya cukup tinggi, namun karena keterbatasan anggaran maka pihaknya melakukan skala prioritas dalam penanganannya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan