Buruh Tuntut UMK Naik 15 Persen

NGAMPRAH– Jika penentuan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2020 di Kabupaten Bandung Barat (KBB) memakai acuan PP 78/2015 tentang Pengupahan, maka elemen buruh akan menolak keras. Sebab, jika kenaikan UMK mengacu kepada PP tersebut, nilai UMK di KBB akan semakin jauh di bawah kabupaten/kota tetangga, yang saat ini rata-rata sudah di atas KBB.

“Kota tetangga dari KBB itu UMK-nya sudah mencapai Rp 3 juta ketika kita masih diangka Rp 2,8 juta (tahun ini). Makanya kalau penentuan UMK KBB 2020 kembali memakai patokan PP 78/2015, ya jelas KBB akan semakin tertinggal jauh,” sesal Sekretaris KC Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Dede Rahmat, Minggu (10/11).

Menurutnya jika mengacu kepada PP 78/2015 maka kenaikan UMK KBB tahun depan diprediksi hanya 8,51% atau sebesar Rp 246.683,25. Itu berarti UMK tahun ini Rp 2.898.745.63 akan naik menjadi Rp 3.145.428.88 tahun depan. Padahal buruh berharap kenaikannya bisa lebih dari 12% atau dikisaran Rp 3,4 juta. Sebab angka itu mengacu kepada inflasi tahun depan dan hasil survei pasar.

Lebih jauh dikatakannya, PP 78/2015 justru membatasi hak berunding serikat pekerja. Termasuk menggeser peran dari dewan pengupahan dalam melakukan survei pasar, karena kenaikan UMK langsung ditentukan oleh pusat. Oleh sebab itu serikat pekerja/serikat buruh di KBB akan menolak jika penentuan kenaikan UMK tidak melalui survei pasar yang dilakukan dewan pengupahan sesuai dengan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana upah minimum ditentukan berdasarkan KHL yang ditentukan melalui survei pasar, inflasi, dan PDRB daerah.

“KHL (Kebutuhan Hidup Layak) ditentukan lewat survei pasar oleh dewan pengupahan. Komponen yang disurvei diatur dalam Kepmenaker Nomor 13/2012 dimana ada sekitar 60 komponen yang harus disurvei,” sebutnya.

Dijelaskannya, sejak 2015 penentuan UMK di KBB tidak pernah mengacu kepada PP 78/2015. Tapi bupati selalu meminta pendapat dari serikat pekerja/serikat buruh dan juga kalangan pengusaha dengan menjalin komunikasi lewat Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit. Makanya UMK di KBB selalu memunculkan dua angka, yakni versi dari buruh dan juga versi appindo. Namun memang sampai sekarang bupati belum menetapkan waktu pertemuan dengan LKS Tripartit untuk membahas UMK, padahal paling lambat rekomendasinya tanggal 20 November 2019 sudah harus diserahkan ke provinsi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan