Banyak Catatan di RUU KUHP

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR RI menunda pengesahan Rancangan Undang-undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Alasannya, ada beberapa pasal yang perlu ditinjau kembali. UU merupakan kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Salah satu tidak setuju, maka UU tidak bisa disahkan.

Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Muhammadiyah Pusat, Razikin mengapresiasi langkah yang diambil Jokowi menunda RKUHP. Dia berharap DPR RI tidak memaksakan diri terburu-buru mengesahkan RUU KUHP. “Karena mengingat ada banyak catatan bermasalah. Terutama pasal penghinaan terhadap Presiden. Hal tersebut dapat mengancam kebebasan berpendapat warga negara,” tegas Razikin kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (20/9).

Dia berharap RUU KUHP nantinya akan mencerminkan kedaulatan sebagai bangsa Indonesia. Karena sejak kemerdekaan, Indonesia selalu menggunakan hukum warisan Belanda. Meski dalam perkembangannya ada pembaharuan di sana-sini, namun tetap saja pengaruh cara berpikir Belanda sangat dominan. “Dengan lahirnya RUU KUHP ini dapat mengakhiri semua itu. Indonesia tampil otentik sebagai sebuah bangsa,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan peneliti ICJR, Maidina Rahmawati. Menurutnya, ada sejumlah pasal bermasalah dalam RUU KUHP. Dia memetakan ada 17 isu bermasalah di RUU KUHP. Persoalan itu terkait perlindungan perempuan, kepastian hukum, hingga pasal penghinaan presiden. Ada juga pasal yang sudah dihapus MK, dimunculkan kembali.

Sebagian pasal di KUHP Belanda juga masih ada di RUU KUHP. Hal ini membuktikan masih banyak pasal yang tidak relevan dengan bangsa Indonesia. “Proses perumusan RKUHP tidak berbasis evaluasi. Harusnya dibuat evaluasi dulu. Pasal mana yang masih relevan dengan Indonesia,” kata Maidina di Jakarta, Jumat (20/9). RUU KUHP bermasalah tersebut justru akan menghambat kinerja pemerintah. Seperti target pembangunan, kesehatan, dan pendidikan akan berdampak.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III Arsul Sani menilai proses pengesahan UU merupakan pekerjaan bersama DPR dan pemerintah. Keputusan pengesahan harus disepakati oleh kedua belah pihak. Pihaknya tak akan memaksakan mengebut pengesahan RUU KUHP. Ia yakin partai koalisi Jokowi lainnya juga akan sepakat mendukung keputusan Jokowi. “Kalau salah satu unsur dalam pembentukan UU minta ditunda, tentu tidak bisa dipaksakan. Tentu fraksi yang koalisinya masuk ke pemerintahan akan mendukung yang disampaikan presiden,” ujar Arsul.(yah/fin/rh)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan