Bandung Raya Terancam Kehilangan Sumber Air

CIMAHI – Hasil penelitian menunjukan adanya peristiwa penurunan tanah yang terjadi di wilayah Bandung Raya yang cukup mengkhawatirkan. Penurunan tanah di sejumlah titik bisa mencapai 1-20 centimeter pertahunnya.

Hal itu dikemukakan peneliti sekaligus dosen di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Insititut Teknologi Bandung (ITB), Heri Andreas, Rabu (4/12). Fenomena tersebut mulai terdeteksi sejak tahun 1980-an di wilayah cekungan Bandung, dari hasil penelitian yang dilakukan pihaknya.

”Penelitian kami dilakukan secara berkelanjutan dari tahun 2000, tiap tahun kita ukur dengan menggunakan citra satelit dan GPS,” ungkap Heri Andreas saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Rabu (4/12).

Menurut Andreas, selain Cimahi, ada sejumlah wilayah di Bandung Raya seperti Dayeuhkolot, Gedebage, Rancaekek, Majalaya, Banjaran hingga Katapang yang mengalami ancaman serupa. Jika diakumulasikan se-Bandung Raya, sudah ada yang ambles hingga tiga meter.

”Fenomenanya bisa terlihat dari dinding dan fondasi rumah yang retak, ada juga rumah yang lokasinya jadi lebih bawah dari badan jalan,” ujarnya.

Namun untuk dampak yang lebih masif, penurunan tanah bisa membuat cekungan sehingga memperluas area banjir di sejumlah titik, seperti di Dayehkolot dan Rancaekek.

Dari hasil penelitiannya, fenomena penurunan tanah di Bandung lebih cepat dan luas dibandingkan dengan kota lainnya seperti Jakarta, Pekalongan atau Surabaya.

”Jika Bandung berada di bibir pantai, mungkin akan lebih cepat tenggelam,” katanya.

Korelasi fenomena ini berbanding lurus dengan eksploitasi air tanah yang tak terkendali. Meski demikian, ia tak menapik jika faktor lainnya seperti gejala tektonik, pembangunan infrastuktur, pertumbuhan populasi dan industri berpengaruh.

”Pertumbuhan penduduk di Bandung juga berpengaruh, banyak yang mengambil air tanah dalam. Kesulitan ini juga diakui PDAM dalam menyediakan air, yang paling kita soroti itu masalah eksploitasi air,” terang Andreas.

Heri Andreas melanjutkan, peristiwa penurunan permukaan itu berpotensi akan menyebabkan krisis air berkepanjangan diprediksi akan terjadi di wilayah Bandung Raya tahun 2030 mendatang.

”Juga ada perluasan areal banjir dan ini yang cukup serius. Tapi yang paling meluas dampaknya, yaitu krisis air tanah di masa depan,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan