Anak Usia Sekolah di Jabar Wajib Menempuh Pendidikan Selama 12 Tahun 

BANDUNG – Sejauh ini Provinsi Jawa Barat (Jabar) menyumbang sekitar 27 persen pernikahan dini di Indonesia. Dan untuk mengurangi angka tersebut, maka pemerintah harus mengantisipasi agar anak tidak menikah diusia yang belum matang. Salah satu upaya yang dilakukan Pemprov Jabar adalah dengan mewajibkan anak usia sekolah menempuh pendidikan minimal 12 tahun.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jabar, Inge Wahyuni.

Menurutnya, pernikahan pada anak-anak usia sekolah harus dicegah. Sebab, dengan menikah muda akan menimbulkan banyak dampak buruk dan membahayakan, baik secara pendidikan, kesehatan, ekonomi maupun berbagai tindak kekerasan dalam rumah tangga.

”Itu terjadi karena kurangnya pengetahuan dalam membina rumah tangga,” ujar Inge, saat menyampaikan materi Pencegahan Perkawinan Anak dan Pencegahan Pekerja Anak di Jawa Barat dalam acara “Festival Anak dan Remaja Jawa Barat Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2019’’ yang berlangsung Aula Ki Hajar Dewantara Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, Jalan Dr. Radjiman No. 6, Kota Bandung, belum lama ini.

Inge menuturkan, anak-anak harus disibukkan dengan beragam kegiatan positif yang bisa menjauhkan mereka dari pergaulan bebas yang menggiring mereka menuju pernikahan dini. Banyak dampak yang membahayakan jika remaja terjebak dalam pernikahan dini. Di antaranya, dapat menimbulkan depresi berat, perceraian karena pemikiran yang belum matang, pendidikan terhambat, dan terjangkit penyakit HIV.

”Hingga muncul kekerasan dalam rumah tangga dan kesulitan ekonomi yang mengakibatkan anak terlantar sehingga marak terjadi pekerja di bawah umur,” ujarnya.

Menurut Inge, kesehatan secara fisik, pikir, spiritual, dan akhlak sangat diperlukan sebagai pondasi dalam membangun pernikahan yang sehat.

”Apabila poin-poin tersebut tidak terpenuhi maka perkawinan usia anak rentan gagal dan melahirkan keturunan yang kurang akan ilmu pengetahuan,” ujarnya.

Terlebih, lanjutnya, remaja yang hamil rawan mengalami gangguan mental pascamelahirkan. Seperti, depresi karena terjadi perubahan hormon, kelelahan, tekanan mental, dan merasa kurang diperhatikan.

”Sebelum hal itu terjadi, diperlukan pendidikan keluarga yang kuat dan peran pendidik yang bisa memberikan pembelajaran serta arahan kepada anak-anak kita yang menjadi harapan bangsa ini,” pungkasnya.(dsdkjbr/ziz)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan