Airlangga Dituding Lakukan Intrik Kotor

JAKARTA – Tim penggalangan opini dan media (tim 9) Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut calon ketua umum partai Golkar Airlangga Hartarto melakukan intrik kotor untuk terpilih kembali menjadi ketua umum partai Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas) X Partai Golkar yang sedianya dilaksanakan di Jakarta pada 3 hingga 6 Desember 2019 mendatang.

Viktus Murin selaku Jubir Bamsoet sekaligus Wasekjen DPP Partai Golkar mengatakan, demi memuluskan Airlangga menuju pucuk pimpinan partai Golkar, tim pendukungnya telah mengeluarkan keputusan organisasi yang dinilai cacat mekanisme dan substansi.

Keputusan tersebut lanjut Viktus bertentangan dengan dengan AD/ART Partai Golkar.

“Akibat tata kelola organisasi yang amburadul ini, tata kelola organisasi Partai Golkar pun menjadi berantakan, mulai dari pusat hingga ke daerah,” kata Viktus saat ditemui di kawasan SCBD Sudirman Jakarta Pusat Jumat (29/11).

Kubu Airlangga juga disebut sudah menerapkan politik akal-akalan. Politik akal-akalan itu lanjut Viktus sudah mulai terlihat sejak proses penyaringan Calon Legislatif pada Pemilihan Umum 2019 lalu. Dimana Airlangga memutuskan hal ini secara tertutup dan sepihak.

Tak hanya di Jakarta, praktik politik ini menurut Viktus diterapkan merata dari pusat hingga ke daerah-daerah.

“Diputuskan secara tertutup dan sepihak oleh rezim Airlangga. Ini cacat mekanisme, cacat prosedural, dan cacat substansi,” tegasnya.

Tak hanya itu, upaya kubu Airlangga memonopoli partai Golkar pun kentara. Pasca Pemilu 2019, kata dia, saat penerapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR RI hingga DPRD Kabupaten/Kota, kubu Airlangga kembali melakukannya secara tertutup.

“Ini dilakukan secara tidak bermartabat, dalam hal ini tidak mengindahkan spirit kebersamaan dan soliditas di lingkungan internal Partai Golkar,” tandasnya.

Tak sampai di situ, Viktus mengatakan, intrik Airlangga untuk kembali menduduki kursi ketua umum Golkar juga dilakukan dengan cara memecat sejumlah ketua-ketua partai di sejumlah provinsi (DPD I).

Karena ulahnya tersebut, Golkar yang solid, kata Viktus, terbelah menjadi beberapa kubu.

“Tercatat sedikitnya 8 (delapan) DPD I dan puluhan DPD II dipimpin oleh Plt (Pelaksana tugas) ketua. Yang paling mencolok adalah penonaktifan 6 dari 9 DPD II di Bali, dan 4 dari 10 DPD II di Bengkulu yang telah memicu perpecahan atau keterbelahan partai,” pungaksanya. (fin/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan