Usulkan Pilkada Tidak Langsung

NGAMPRAH- Mahalnya biaya politik untuk penyelenggaraan pilkada di setiap kabupaten/kota memunculkan ide agar pelaksanaan pilkada sebaiknya dilakukan di DPRD. Hal itu diusulkan oleh Asosiasi DPRD kabupaten/kota Seluruh Indonesia (Adkasi) kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan perubahan regulasi terkait pelaksanaan pilkada.

Wakil Ketua Umum Adkasi Samsul Ma’arif menyatakan, biaya politik yang mahal menjadi hal yang harus dihadapi pada Pilkada Serentak 2018 ini. Sehingga muncul ide dan gagasan agar pilkada dilakukan di DPRD untuk mencari calon pemimpin di daerah masing-masing. “Kita tidak menutup mata memang biaya politik untuk pilkada mahal sekali. Pola pilkada sekarang ini membuat biaya politik menjadi mahal bagi setiap calon. Karenanya dalam rapat pleno di Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis 8 Februari 2018, Adkasi mengeluarkan rekomendasi agar pilkada dilakukan di DPRD,” tegas Samsul di Padalarang, kemarin.

Menurut dia, total ada tujuh rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat tersebut dan nantinya akan dibawa ke Rakernas Adkasi bulan depan di Jakarta yang rencananya akan dihadiri Presiden Joko Widodo. Rekomendasi lain yang tak kalah penting adalah tuntutan mengangkat tenaga honorer yang bekerja di instansi pendidikan menjadi CPNS melalui perubahan UU ASN.

Samsul yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD KBB ini menilai, perubahan regulasi pemilihan kepala daerah sangat penting. Sebab dengan biaya tinggi maka implikasinya masyarakat menjadi pragmatis, kondisi sosial rawan konflik, serta calon yang terpilih mudah terperangkap korupsi.

Fakta menunjukkan, sudah ada sekitar 350-an kepala daerah di Indonesia yang tersandung kasus korupsi. Bahkan lebih memalukan lagi banyak diantara mereka yang tertangkap tangan KPK. Ini dicurigai karena pada akhirnya mereka melakukan berbagai cara agar cost politik yang sudah dikeluarkan kembali tergantikan dengan cepat. “Ada istilah balas budi dari calon yang menang baik kepada pengusaha atau siapapun. Karena biaya politik saat kampanye begitu besar dan pada akhirnya kepala daerah tersandung korupsi,” terangnya.

Seperti diketahui, Pilkada Serentak di Kabupaten Bandung Barat diikuti oleh bapaslon sebanyak 3 kandidat. Mulai dari bapaslon Elin Suharliah- Maman S Sunjaya (Emas). Aa Umbara -Hengky Kurniawan (Akur). Terakhir ada bapaslon Doddy Imron Cholid-Pupu Sari Rohayati (Kado). Seluruh pasangan harus meraih suara terbanyak yang tersebar di 16 kecamatan. (drx)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan