UMK Diprediksi Naik Rp 200 Ribu

CIMAHI – Jika mengacu pada inflansi dan pertumbuhan ekonomi nasional 2018, maka Upah Minimum Kota (UMK) Cimahi diprediksi mengalami kenaikan sebesar 8,03 persen atau sekitar Rp 200 ribu.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Cimahi (Disnakertrans) Kota Cimahi, Supendi Heryadi mengatakan,
ketentuan kenaikan UMK 2019 mengacu pada Surat edaran Menteri Tenaga Kerja (Mennaker) tertanggal 15 Oktober 2018 nomor B.240/M-NAKER/PHI95K-UPAH/X/2018 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2018.

Dia memaparkan data inflasi nasional sebesar 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional diketahui sebesar 5,15 persen. Sehingga, penentuan besaran UMK bertambah 8,03 persen.

“Secara resmi surat fisik belum diterima, tapi edaran secara elektronik sudah artinya bisa dipakai acuan. Dari edaran tersebut, acuan kenaikan UMK Tahun 2019 tidak lebih dari 8,03 persen,” jelas Supendi ketika ditemui kemarin. (19/10).

Menurutnya, penetapan UMK mengacu inflasi berpedoman pada PP Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Sebab, dalam PP tersebut sudah ada rumusan dan perkiraannya akan naik sekitar Rp 200.000 dari tahun sebelumnya.

Dia menyebutkan, UMK Cimahi tahun ini sebesar Rp Rp 2.678.028. Sehingga jika disepakati, untuk UMK 2019 bakal sekitar Rp 2,9 juta. Bahkan, untuk penyesuaian pihaknya sudah melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ke sejumlah pasar di Kota Cimahi.

Selain itu, penetapan UMK harus melalui tahapan pleno untuk menentukan besaran rekomendasi dari Dewan Pengupahan yang terdiri atas unsur pemerintah, pengusaha, buruh, dan pakar.
Sehingga, besaran nilai UMK nantinya akan dilaporkan ke walikota dan menjadi dasar rekomendasi yang diserahkan ke Gubernur Jabar.

“Paling lambat, daerah harus mengajukan rekomendasi UMK 2019 sebelum 21 November ke Pemprov Jabar,” katanya.

Supendi menilai perusahaan harus menjalankan aturan yang ditetapkan pemerintah. Namun, kalau secara ekonomi tidak mampu, bisa mengajukan keberatan. Akan tetapi, jika perusahaan yang mengklaim tidak mampu membayar besaran UMK dapat membuat pernyataan penangguhan UMK.

“Tahun lalu ada perusahaan yang minta penangguhan. Tapi, perusahaan tetap harus bayar sesuai aturan, hanya dilakukan penundaan sampai mampu membayar,” imbuhnya

Kendati demikian, Supendi berharap semua pihak terkait sepakat dalam penetapan besaran UMK tanpa gejolak. Pihaknya tidak ingin muncul laporan dari buruh terkait hak-hak yang tidak dipenuhi perusahaan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan