Sukses Umbul Ponggok, Mulai Rancang Umbul Gedang

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tirta Mandiri di Desa Ponggok, Klaten, memanfaatkan umbul atau mata air menjadi wisata underwater. Kreativitas itu telah mendatangkan pendapatan Rp 14,2 miliar setahun.

ILHAM WANCOKO, Klaten

AIR di Umbul Ponggok, Klaten, begitu jernih. Ikan-ikan di dalamnya terlihat dengan jelas. Umbul berukuran 70 x 40 meter itu menjadi tempat favorit untuk berfoto di dalam air. Juga mengasyikkan buat snorkeling meskipun air tawar. Tidak hanya bagi warga Klaten, tapi juga dari berbagai kota di Indonesia.

Ikan-ikan di sana tampaknya sudah terbiasa dengan kehadiran manusia. Mereka tidak terpengaruh meski setiap hari umbul dipenuhi orang untuk berenang dan menyelam. Para pengunjung juga bisa berfoto di dalam air. Disediakan fasilitas yang bisa disewa, mulai sepeda onthel hingga sepeda motor yang diset untuk berfoto di bawah air.

Memberi makan ikan di dalam air juga memiliki sensasi tersendiri. Pengunjung bisa menyelam sambil menggenggam pakan ikan atau pelet. Ratusan ikan mas dan koi itu seperti mengendus. Begitu tangan dibuka, pelet bertebaran. Ikan mas dan koi tersebut segera menyergap. Bahkan kadang tidak peduli melahap jari. Kaget, menggelikan.

Bukan hanya itu, ada pula fasilitas permainan anak di umbul tersebut. Jadi, memang umbul itu cocok untuk wisata keluarga. Umbul Ponggok menjadi tempat wisata yang memang menguntungkan. Pada 2017 tercatat pendapatannya mencapai Rp 14,2 miliar. Namun, jalan untuk sampai pada posisi itu bukan hal mudah. BUMDes Tirta Mandiri mengelolanya dengan jerih payah.

Sentot Edi Nugroho, warga Ponggok sekaligus pegawai bagian umum di BUMDes Tirta Mandiri, menceritakan bagaimana perjuangan mereinkarnasi Umbul Ponggok yang awalnya umbul biasa menjadi tempat wisata. ”Umbul ini sudah ada sejak dulu, tapi baru dikelola profesional sejak 2009. Itu pun terseok-seok dulu,” ungkapnya.

Awalnya Kepala Desa Ponggok Junaedi Mulyono memang memiliki keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tapi belum bisa menggali potensi desa. Hal itu membuat warga mulai mencari ide dan sebagainya. ”Akhirnya desa ini meminta bantuan Universitas Gadjah Mada (UGM),” ujar Sentot.

Tinggalkan Balasan