Sudah Saatnya Kota Bandung Punya BPBD

BANDUNG – Banyaknya terjadi bencana banjir di Kota Bandung menuntu perlu membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, hingga kini Pemerintah Kota (Pemkot) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) belum mau membentuk BPBD karena beranggapan Bandung tidak rawan bencana. Padahal, selain banjir yang kerap terjadi, Bandung dinilai rawan dari ancaman gempa.

Sutopo menuturkan, selama ini penanganan bencana di Kota Bandung hanya diserahkan kepada dinas teknis yang menangani saat darurat tanpa memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi serta memberi komando. Padahal, meski BPBD tidak sendiri dalam menangani bencana tapi BPBD memiliki kewenangan untuk berkoordinasi dan memberi komando dalam pelaksanaannya.

“Ini yang harus dibenahi segera. Koordinasi pra bencana seperti mitigasi, pengurangan risiko bencana, pendidikan, sosialisasi, perencanaan penting dilakukan,” kata Sutopo kepada Jabar Ekspres (22/04).

Dijelaskan Sutopo, meski banjir yang menimpa kawasan Jalan Pasteur pada Sabtu (21/04) bukan kali pertama terjadi tapi frekuensi serta intensitasnya cenderung mengalami peningkatan jika hujan deras mengguyur Kota Bandung. Padahal, Kota Bandung yang berada di dataran tinggi seharusnya tidak mudah dilanda banjir.

Dirinya menilai, dampak penggunaan lahan yang semakin masif dilakukan dan mengabaikan kondisi lingkungan serta konservasi tanah maupun air diduga jadi penyebab Bandung menjadi kota yang saat ini rawan banjir. Terlebih, kapasitas sungai dan kurangnya drainase yang ada di Kota Bandung dinilai sudah tidak mampu lagi menampung aliran air sungai permukaan.

Namun begitu, penanganan banjir yang terjadi saat hujan lebat mengguyur Kota Bandung juga tidak bisa jika hanya mengandalkan perbaikan saluran drainase. Sebab, ada beberapa faktor yang harus dilakukan perbaikan secara komprehensif. Selama ini, dirinya menilai Pemkot Bandung hanya menganggap banjir sebagai peristiwa sesaat yang penanganannya bersifat simtomatis dan tidak menyeluruh.

“Akibatnya, setiap terjadi banjir kita sulit memperoleh data sebaran dan dampak banjir,” kata dia.

Menurutnya, harus ada peraturan yang membatasi agar pihak-pihak tertentu tidak dengan mudah membangunan bangunan khususnya di wilayah hulu. Untuk itu, kawasan konservasi dan resapan air harus dipertahankan serta harus ada interaksi dan perhatian khusus mulai dari hulu, tengah hingga hilir daerah aliran sungai.

Tinggalkan Balasan