Simbol Kemunduran Demokrasi

BANDUNG – Pengamat Politik sekaligus Dosen Ilmu Politik Universitas Padjajaran, Firman Manan menanggapi kasus pemecatan seorang guru karena perbedaan pilihan dinilai sebagai tindakan antidemokrasi. Alasannya kata dia, dalam sistem demokrasi perbedaan pilihan tetaplah harus dihormati dan tidak bisa dipaksakan.

Menurutnya, pemecatan terhadap seorang guru di Bekasi beberapa hari terakhir dilakukan setelah pencoblosan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 di Jawa Barat merupakan sebuah kejanggalan. Persuasi bisa saja diberikan kepada orang lain, tapi jika sudah memaksa atau menekan, maka hal tersebut melanggar undang-undang Pilkada dan bisa mendapat sanksi pidana.

”Seharusnya tidak terjadi dalam suasana pemilihan yang demokratis hari ini. Karena semua orang punya hak politik untuk mengekspresikan aspirasinya untuk memilih yang dia inginkan, ketika pilihan itu berbeda,” kata Firman pada Jabar Ekspres Sabtu (30/06).

Dikatakan dia, hak politik seseorang yang paling mendasar adalah kebebasan berekspresi. Dan dalam konteks pemilihan, seharusnya siapa pun bebas memilih yang diinginkan. Jika ada ketentuan tertulis atau kontrak dengan konsekuensi mengikuti pilihan politik tertentu, hal tersebut menyalahi aturan dan tidak boleh terjadi dalam sistem demokrasi.

Firman menjelaskan, pasca reformasi pada 1998 silam, Indonesia telah memilih dan membangun sistem demokrasi yang substantif. Maka menurutnya, setelah keluar dari zona atau sistem otoritarian era Orde Baru (Orba), setiap warga negara seharusnya bebas menentukan pilihan dan memiliki ekspresi dalam berpolitik.

”Agak aneh kalau praktik seperti ini masih dikembangkan. Jika orang hanya boleh memilih satu partai penguasa, kita mundur ke era Orba,” kata dia.

Maka dari itu, persoalan pemecatan terhadap guru yang terjadi beberapa waktu lalu atas dasar perbedaan tersebut dinilai sebagai masalah kedewasaan berpolitik. Ke depan, siapa pun harus mampu menghargai setiap perbedaan dalam berpolitik. Sebab, meski secara sistem menganut demokrasi, nyatanya masih belum mampu menghargai perbedaan.

”Demokrasi itu memahami pandangan dan pendapat. Jika ada perbedaan yang meruncing sebaiknya itu diselesaikan dengan cara-cara beradab,” kata dia.

Firman menyatakan, karena kasus pemecatan tersebut membawa nama Pasangan Calon (Paslon) Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub), yakni Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu), dirinya menyarankan agar pasangan nomor urut satu tersebut mampu memberikan dukungan moral maupun simpatik kepada guru tersebut.

Tinggalkan Balasan