Ridwan Kamil: Terima Kasih

SETIAP awal pasti ada akhir. Setiap ada perjumpaan pasti ada perpisahan. 4 september 2018 menjadi hari terakhir saya sebagai Wali Kota Bandung.

Ridwan Kamil

Saya adalah anak dari orangtua saya. Lahir tahun 1971 di RSHS. Anak kedua dari lima bersaudara. Datang dari keluarga yang sederhana. Ayah ibu saya dosen. Tidak meninggalkan warisan harta, kecuali ilmu dan nasihat.

Pertama, khoirun naas anfa’uhum linnas. Jadilah manusia yang membawa manfaat kepada sesama.

Nasihat itu yang selalu saya dibawa. Jadi arsitek. Jadi dosen. Dibelokkan jadi wali kota. Mencoba yang terbaik. Saya akan mencari kebermanfaatan sebanyak-banyaknya.

Jangan pernah membenci. Jangan pernah lelah menebar rasa cinta. Saya coba praktikkan sampai saat ini. Hanya Allah yang bisa membolak-balikkan hati manusia. Maka saya tidak pernah berburuk sangka. Oleh karena itu, saya ingin pergi dengan lapang dada. Membawa cerita-cerita positif. Ya Allah, hidup saya sebagai wali kota sungguh tidak sia-sia.

Saya sekolah di SD Banjarsari. Kemudian beranjak ke SMP 2 dan SMA 3. Dapat rezeki sekolah arsitektur di ITB. Bisa menikah dengan Ibu Atalia. Saya lihat sejak saya lahir sampai sekarang betapa kota ini luar biasa. Kalau suatu hari berpulang pun, saya meyakini kota ini akan tetap menjadi luar biasa.

Waktu SD saya ‘nakal’ hiperaktif. Bangor anak-anak. Saya masih ingat, gunung Galunggung meletus, lari ke balai kota. Patung badak pertama kali diresmikan. Seorang Ridwan Kamil yang masih SD pulang sekolah lari ke jembatan. Celingak celinguk tidak ada yang jaga saya berenang di kolam badak. Setengah jam kemudian baru dikejar-kejar satpam. Ternyata anak itu yang jadi wali kota. Sekian puluh tahun kemudian saya harus memimpin kota yang saya acak-acak sebagai anak-anak.

Mencintai kota ini caranya banyak. Setelah saya lulus ditakdirkan sebagai arsitek, lebih dari 50 penghargaan bisa diraih. Posisi secara dunia lebih dari cukup. Istri cantik, anak dua, kantor punya, karyawan 70 lebih. Saya mencintai kota ini dengan sepenuh hati. Membentuk organisasi kreativitas (BCCF) untuk menampilkan gagasan-gagasan. Mendesain kolong Pasoepati untuk jadi taman tematik supaya keren. Kota ini luar biasa. Kami ingin didengar, kami punya gagasan-gagasan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan