Recharge Guru

Lasting change comes from the core of your inner being (Debrahiks)

Setiap hari  kurva rutinitas keseharian kita akan mencapai puncaknya pada sekitar pukul 12.00.

Pada saat itu ada tiga lapar yang kita rasakan: lapar secara jasmani yang bisa dipenuhi dengan makan dan minum; lapar jiwa (soul) yang bisa diatasi dengan ngobrol, bercanda, menyapa orang-orang yang kita sayangi, rileks sejenak sekadar mendengarkan musik atau nyanyian, dll.

Terakhir, lapar rohani  yang dapat  dipenuhi dengan komunikasi transcendent kita dengan yang Maha Kuasa. Salat dan berdoa adalah salahsatu perwujudannya.

Setelah kebutuhan-kebutuhan itu dipenuhi akan terasa ada suasana segar kembali, ada kekuatan dan energi untuk membuat kurva aktivitas baru. Itulah perumpaan re-charge tubuh kita. Tubuh perlu disegarkan agar tetap terjaga ketahanan dan kebugarannya.

Begitu juga dengan profesi guru. Sebab, profesi guru akan menjamin berkembangnya peradaban suatu masyarakat. Maka, profesi ini perlu untuk terus di-charge, disegarkan dan dibelajarkan.

Kata profesi identik dengan kata keahlian. Sebab, mempunyai pengertian: seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur yang berdasarkan intelektualitas.

Dalam sejarahnya, guru di masa lampau adalah tokoh sentral di kelas yang selalu didengar kata-katanya. Berbeda dengan sekarang, posisi guru bukan lagi pemegang otoritas tertinggi di kelas. Guru sekarang adalah fasilitator, mediator, motivator, sublimator, inovator, kreator dll.

Substansi bergeser seiring dengan berubahnya  fungsi keguruan menjadi fungsi kebendaan yang  semakin menegaskan adanya tendensi  ”disorientasi keguruan”. Mengenai hal ini Arief Rahman (2018) mengingatkan perlunya re-charging kesehatan guru. Sebab, tidak sedikit guru harus dibaca peta kesehatannya seperti apa, baik fisik maupun mentalnya.

Selain itu terdapat  enam hal umum yang perlu diperhatikan, yaitu : (1) tingkat spiritual.  (2) mempunyai kekuatan intelektual dibidang studinya dan harus mumpuni; (3) harus mempunyai kepekaan emosional, harus cerdas bagaimana membawa diri di hadapan siswa: (4) harus profesional, yaitu profesionalisme yang dibangun dari nilai, etika, sikap, kebiasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan; (5) harus mempunyai kepekaan sosial.

Penyelenggara pendidikan baik pemerintah maupun masyarakat serta individu guru itu sendiri dengan penuh semangat dan kesadaran dapat melakukan re-charge ke enam hal di atas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan