Puluhan Ribu Jamaah Terancam Tidak Berangkat

JAKARTA – Meski ada 900 lebih penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), banyak masyarakat mendaftar di travel umrah tidak resmi. Diperkirakan jumlahnya mencapai 50 ribu lebih. Akibat terbitnya regulasi umrah baru, mereka terancam tidak bisa diberangkatkan.

Travel umrah yang belum mengantongi izin dari Kementerian Agama (Kemenag) itu kemarin (25/4) mengadu ke Komisi VIII DPR. Mereka enggan disebut sebagai travel umrah ilegal. Tetapi lebih memilih disebut sebagai pra PPIU. Saat menghadap DPR, mereka menggunakan bendera Aliansi Travel Muslim Indonesia (ATMI).

Pembina ATMI Ezon mengatakan estimasi kasar saat ini ada 50 ribu calon jamaah umrah yang mendaftar melalui travel pra PPIU itu. Dia mengatakan dengan adanya regulasi Peraturan Menteri Agama (PMA) 8/2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, mereka terancam tidak bisa memberangkatkan umrah. Sebab jika memaksa memberangkatkan, bisa terkena delik pidana. Kemudian jamaahnya dicekal di bandara saat akan bertolak ke Saudi.

’’Jangan sampai ada jamaah yang sudah komplit dokumennya, tetapi terkena pencekalan ketika sudah di bandara,’’ jelasnya. Ezon mengatakan meskipun mendaftar melalui pra PPIU, banyak jamaah yang sudah mengatongi visa umrah, tiket pesawat, dan booking hotel di Saudi. Mereka berharap tetap diberi kesempatan untuk mengurus izin untuk menjadi PPIU atau travel umrah resmi.

Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong mengakomodasi permohonan dari travel yang belum berizin dari Kemenag itu. Dengan catatan dia juga meminta kepada travel-travel itu untuk berkomitmen mengurus perizinan ke Kemenag. Selain itu juga tidak menipu dan mengecewakan jamaahnya. Meskipun ada kebijakan moratorium travel umrah baru, Ali mengatakan sebaiknya tetap mengajukan izin saja. ’’Sebab mereka ini sudah punya jamaah. Supaya tidak menimbulkan masalah,’’ jelas politisi PAN itu.

Ali mengatakan Kemenag sebaiknya merevisi PMA 8/2018. Diantara pertimbangan yang dia sampaikan adalah regulasi yang niatnya baik itu tidak bisa serta merta bersifat memotong atau cut off begitu saja. ’’Harus ada masa transisi,’’ tandasnya. Perlu dipikirkan juga nasib masyarakat yang sudah terlanjur mendaftar melalui travel umrah yang belum berizin itu.
Pemerintah tidak bisa juga serta merta menyalahkan masyarakat karena mendaftar melalui travel umrah yang belum berizin.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan