POTADS Minta Sarana Sekolah Inklusi Diperbanyak

BANDUNG – Anak pengidap down syndrome harus diberi penangan khusus secara intensif. Hal itu dikatakan Rina Niawati, 43, anggota Persatuan Orang Tua dengan Anak Down Syndrome (POTADS) kota Bandung.

Menurut Rina, penanganan anak tersebut dilakukan semenjak dia lahir bahkan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh harus dilakukan. Hal itu kata dia, untuk mendeteksi apakah ada kelainan pada organ lainnya, terutama jantung. Sebab menurut sebuah penelitian, 30 persen penyandang down syndrome memiliki gangguan pada jantungnya.

Down syndrome adalah kelainan genetik pada kromosom 21 yang menyebabkan perbedaan fisik maupun kemampuan intelektual pada manusia. Perbedaan ini dapat dideteksi sejak usia 2,5 bulan di dalam kandungan,” ujar Rina pada Bandung Menjawab di Media Lounge Balai Kota Bandung, kemarin (6/3).

Lanju dia, secara fisik tidak banyak perbedaan antara anak down syndome dengan anak reguler lainnya. Mereka hanya memiliki keterbatasan dan keterlambatan dalam hal intelektual. Selebihnya, sama. ”Secara intelektual, anak down syndrome memiliki keterlambatan. Tapi mereka memiliki kemampuan lain yang juga tak kalah dengan anak reguler lainnya,” terangnya.

Selian itu, kata Rina harus ada penanganan khusus kepada anak down syndrome, khususnya dalam hal pendidikian. Karena lanjut dia, anak down syndrome memiliki kelebihan dalam satu hal dan terus melekat selamanya.

”Kami selalu menekankan bahwa anak down syndrome itu tidak boleh dihakimi tapi diberi kesempatan. Karena mereka punya kemampuan. Mereka, bisa melakukan apapun sama seperti kita, hanya memang lebih lambat saja,” pesannya.

Rina berharap agar pemerintah, bisa meyediakan sekolah inklusi khusus disabilitas inteletual yang bisa disatukan dengan anak normal lainnya. Harapannya, agar mereka bisa meniru hal-hal yang baik dari anak pada umumnya.

”Anak down syndrome ini, adalah peniru yang baik. Jadi, kita harap mereka tidak sekolah di SLB (Sekolah Luar Biasa, Red.). Tapi saat ini, sekolah inklusi negeri sangat sulit, tapi kalau inklusi fisik banyak, yang swasta ada. Tapi banyarnya mahal,” katanya.

Karena itu kata dia, untuk anak dwon syndrom disabilitas intelektual harus ada penanganan yang kontinu, dan stabil. ”Memang penanganannya agak lama. Tapi harus konsisten kalau misalkan waktunya azan salat ya harus salat. Jadi nanti mereka secara otomatis kalau dengar azan akan salat walupun sedang terapi,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan