Plastik Berbayar Masih Dikaji

BANDUNG – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai belum diterapkannya kebijakan penggunaan kantong plastik berbayar atau tidak gratis karena masih melalui beberapa pertimbangan. Sebelumnya, uji coba penggunaan kantong plastik berbayar berhasil dilakukan KLHK untuk mengurangi penumpukan sampah plastik.

Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK, Ujang Solihin Sidik mengungkapkan, KLHK sedang menyusun rancangan aturan yang tidak hanya mengatur penggunaan kantong plastik berbayar. Sebab, KLHK menginginkan aturan tersebut berlaku untuk beragam kemasan sachet seperti kopi maupun mie instan yang juga berbahan plastik.

“Kita sedang mengatur dan rencananya bertahap. Mungkin diawali kantong plastik dulu, baru berikutnya kemasan-kemasan yang lain. Prinsipnya, regulasi sudah kami susun yang kantong plastik ini,” kata Ujang usai Seminar Zero Waste di Gedung BCH, Bandung (26/02).

Selain itu, jika aturan penggunaan kantong plastik berbayar sudah ditetapkan KLHK, pihaknya juga berencana akan mengeluarkan peraturan untuk mengatur harga setiap kantong plastik yang dinilai dari segi kualitas. Rencananya, harga dari setiap kantong plastik ke depan berkisar dari Rp.1000 sampai Rp.2000 tergantung kualitas dan bahan yang digunakan.

“Jadi seperti seperti tas, kalau kualitasnya bagus kan mahal harganya tapi kalau yang abal-abal ya murah. Jadi itu yang akan menentukan harganya,” kata dia.

Dikatakan Ujang, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) agar membantu dalam pembuatan peraturan yang mengatur secara teknis penggunaan kantong plastik. Berdasarkan undang-undang otonomi daerah, dirinya menilai Pemda setempat bisa mengeluarkan aturan penggunaan kantong plastik tanpa harus menunggu peraturan dari pusat.

“Sebetulnya mereka bisa bergerak dan tidak harus menunggu ini jadi dulu. Bergerak saja dulu di lapangan, lakukan apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi sampah plastik ini,” kata dia.

Menurut Ujang, pemerintah pusat sebetulnya hanya mengimbau serta menyarankan agar Pemda mampu menjadikan persoalan lingkungan sebagai program prioritas di setiap daerah. Untuk itu, setiap keputusan akhir ada pada kepala daerah maupun DPRD masing-masing. Sebab, yang berperan dalam konteks kebijakan tidak hanya eksekutif saja, melainkan juga legislatif di setiap daerah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan