Penyerangan Simbol Agama Merajalela

JAKARTA – Penyerangan terhadap jemaat gereja St. Lidwina kian menegaskan makin banyaknya serangan kepada simbol dan figur agama. Dalam beberapa waktu terakhir setidaknya ada tiga serangan yang terjadi pada simbol dan figur agama.

Ketiga kejadian itu yakni, selain penyerangan ke St. Lidwina yang melukai empat orang, salah satunya Romo Karl Edmund Preir, ada pula Ustad Prawoto yang dianiaya di depan rumahnya di Bandung Kulon oleh lelaki berinisial AM.

Ustad Prawoto akhirnya meninggal dunia karena kejadian tersebut. Ada juga penganiayaan penganiayaan kepada pengasuh Pondok Pesantren Cicalengka KH Umar Basri saat shalat subuh. Kedua penganiaya belakangan disebut mengalami sakit jiwa.

Utusan khusus Presiden RI untuk dialog dan kerja sama antar agama dan peradaban Din Syamsuddin, mengecam keras kekerasan bersenjata terhadap jemaat gereja. ”Kami semua ikut prihatin. Sekali lagi kami mengecam dan menolak keras,” terang dia saat dihubungi Jawa Pos (Jabar Ekspres Group) kemarin.

Kejadian itu menguatkan kecurigaan bahwa ada benang merah dengan peristiwa sebelumnya. Yaitu, penyerangan terhadap ulama dan aktivis Islam di Bandung. Bahkan, penyerangan terhadap aktivis Islam berujung pada kematian.

Dia menegaskan bahwa peristiwa itu bukan kejadian biasa, tapi sudah sangat luar biasa. Dalam waktu bersamaan, terjadi penyerangan terhadap simbol-simbol keagamaan, figur dan tempat ibadah. Menurut ulama kelahiran Sumbawa, NTB itu, ada suatu skenario yang sengaja diciptakan untuk mengadudomba antar umat bergama.

”Ini adalah sebuah skenario, walaupun saya tidak punya faktanya,” terangnya. Tujuannya untuk menganggu stabilitas nasional dan menciptakan konflik antar umat beragama.

Din mengajak semua umat beragama untuk menahan diri dan tidak mudah terprovokasi. Umat beragama jangan mudah diadudomba. Dia menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada pihak kepolisian. Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu mendorong polisi mengusut tuntas kasus tersebut dan mengungkap siapa aktor di balik penyerangan.

Dia khawatir jika kasus itu tidak bisa diungkap dan hanya berhenti pada orang gila, maka akan menyulut ketidak puasaan masyarakat. Selain itu, lanjutnya, akan menimbulkan kecurigaan di antara umat beragama. Akhirnya peristiwa itu dikaitkan dengan masa lalu pada 1965 yang pernah terjadi di Banyuwangi. “Ini sungguh ujian berat bagi kepolisian, kami berharap polisi bisa mengatasinya,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan