Pengangguran SMK Tertinggi

JAKARTA – Kualitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dipertanyakan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Sabtu (10/3) menunjukkan, 11 persen dari 7 juta penganggur di seluruh indonesia adalah siswa lulusan SMK.

Persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan dari SD, SMP, SMA umum, Diploma, bahkan sarjana. Pada rilis Februari 2017, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) SMK masih berada di angka 9,2, lantas pada survei Agustus 2017, jumlahnya meningkat menjadi 11,41 persen.

”Jika kita lihat, hanya SD yang mengalami tingkat penurunan TPT,” kata Dirjen Binalattas Kemnaker Bambang Satrio Lelono di Bandung, Sabtu (10/3) lalu.

Bambang menyebut, TPT tertinggi dimiliki oleh lembaga-lembaga pendidikan yang khusus mempersiapkan lulusannya bekerja. Yakni SMK, SMA dan Politeknik. ”Ini aneh kenapa lulusan SMK kok nganggur. Padahal disiapkan untuk langsung kerja. Politeknik juga untuk kerja. Artinya pendidikan kita belum siap pakai,” kata Bambang.

Solusi dari permasalahan ini, kata Bambang adalah membuat lulusan SMK memiliki ketrampilan lebih. ”Dan salah satunya jalan dengan memberikan pelatihan,” ujar Bambang.

Bambang mengungkapkan, pada 2019, Kemnaker telah merancang kegiatan-kegiatan peningkatkan kualitas SDM melalui program pemagangan dengan bekerja sama dengan industri untuk 400 ribu orang.

Menurut Bambang, semua harus bersiap dan mengikuti tren perubahan yang ber­kembang cepat. Pemerintah siap memfasilitasi kebutuhan tenaga kerja yang berubah, akibat digitalisasi dan per­kembangan teknologi mela­lui program pelatihan di Ba­lai Pelatihan Kerja (BLK).

Perkembangan industri yang cepat, kata Bambang, men­ghendaki BLK juga memiliki skema transformasi industri ke depan dan pemetaan pasar kerja di masa depan. ”Kalau industri berubah tentu dibu­tuhkan pekerjaan baru, pe­kerjaan lama akan hilang. Konsekuensinya dibutuhkan skill yang baru,” ujarnya.

Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (PSMK) Kemendikbud, M. Bakrun membenarkan data BPS ter­sebut. Namun dia meyakinkan bahwa sampai saat ini per­baikan-perbaikan terus dila­kukan.

”Data BPS tidak bisa langs­ung diubah, karena yang di survei lulusan SMK yang usianya 15 sampai 55 tahun,” katanya kemarin (11/3).

Bakrun mengakui, sejak awal lulusan SMK dipersiapkan utk bekerja. Namun menurutnya tidak boleh dilupakan bahwa saat ini juga terjadi banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). ”Kemungkinan itu penyebabnya juga karena yang kami survei, penganggur lu­lusan SMK 55 persen itu per­nah bekerja,” jelas Bakrun.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan