Orkes Moral Pengantar Minum Racun Kembali Bangkit

Pada akhir 1970-an, Orkes Moral Pengantar Minum Racun (OM PMR) pernah populer dengan lagu-lagu parodinya. Lirik konyol dan ancur-ancuran. Kini, setelah 40 tahun berlalu, mereka kembali bangkit. Tetap dengan gaya lawas, tapi lebih segar. Cocok untuk generasi milenial.

TAUFIQURRAHMAN, Jakarta


MASIH ingat tragedi Bintaro 1987? Selain menimbulkan duka mendalam, juga sukses melahirkan cerita-cerita mistis yang menyelimuti ruas-ruas jalan sekitar persimpangan sebidang Jalan Bintaro Permai, Jakarta.

Banyak anak takut lewat karena termakan cerita bahwa di sekitar kawasan itu banyak arwah bergentayangan.

Sementara itu, Iwan Fals dan Ebiet G. Ade mengenang tragedi Bintaro dengan lagu bernada duka dan kesedihan, Ajie Cetti Bahadur Syah alias Om Aji bersama OM PMR malah sebaliknya.

Dia membuat suasana horor itu pecah dengan lagunya yang menceritakan manusia yang lewat kuburan dan bertemu hantu, tapi sang hantu yang pingsan karena bau badan si manusia.

Jumat (29/12) atau setelah 40 tahun berlalu, di lapangan basket gedung penunjang Ko­misi Pemberantasan Korupsi (KPK), lagu itu kembali sukses membuat penonton bergoyang dan tertawa. ”Pada malam Ju­mat Keliwon, aku pulang lewat kuburan…” Begitulah potong­an syair lagu Malam Jumat Keliwon itu.

Suasana manggung para personel OM PMR selalu khas. Tidak ada batasan antara penonton dan pemusik. Atau idola dan penggemarnya. Mereka berdiri berdekatan, menikmati musik sebagai satu kerumunan. Bisa ber­senggol-senggol ria sesukanya.

Para karyawan KPK yang sehari-hari adalah para penuntut, penyidik, pengaman, dan pengawal kasus-kasus korupsi bergoyang bersama dalam suasana yang pecah, ancur, tapi tetap asyik. Seba­gian besar malah belum kenal lirik yang dibawakan.

Bersama-sama, mereka mengerumuni enam musikus gaek. Jhonny Iskandar seba­gai vokal yang bernyanyi dii­ringi Boedi Padukone yang memegang gitar dan memain­kan rhythm. Imma Maranaan membetot bas, Ajie Bahadur mengecrek tamborin, Yuri Mahippal memainkan man­dolin, serta Harri Muke Kapur yang berkelana liar dengan dua gendang kecil melilit di pinggangnya.

Suasana ger-geran yang khas itu, cerita Ajie, terbentuk dengan sendirinya. Selama 40 tahun eksis, interaksi dengan penggemar selalu begitu. Suasana tersebut juga turut membentuk slogan dan filosofi OM PMR. ”Nyanyi bareng, joget bareng, dan ketawa bareng,” seloroh Ajie saat berbincang dengan Jawa Pos (Jabar Ekspres Group) setelah manggung.

Tinggalkan Balasan