Kisah Nuraeni, Peserta BPJS Hidup dengan Cuci Darah

BANDUNG – BPJS Kesehatan memberikan jaminan kesehatan kepada peserta. Hampir semua jenis penyakit ditanggung BPJS Kesehatan. Termasuk pelayanan hemodialisa atau cuci darah. Layanan ini dapat digunakan semua peserta JKN-KIS. Yang penting dalam status aktif. Artinya, tidak ada tunggakan dan mengikuti prosedur berobat.

Seperti Nuraeni (34), peserta PBI APBD Kota Bandung. ia adalah salah seorang ibu rumah tangga yang divonis dokter mengalami gagal ginjal sejak tahun 2012. Sehingga mengharuskan beliau untuk menjalani cuci darah rutin setiap bulannya.

“Pada bulan Juli 2012 sudah divonis dokter gagal ginjal. Pertama kali berobat itu di RS Hasan Sadikin Bandung. Dirawat di sana selama lebih kurang satu bulan. Saat itu belum ada BPJS. Jadi saya pakai SKTM dari kelurahan,” kata Nuraeni menceritakan.

Nuraeni baruntung dengan adanya program JKN-KIS yang dicanangkan pemerintah pada awal tahun 2014. Awalnya, ia berobat menggunakan SKTM. Kini, didaftarkan oleh Pemerintah Kota Bandung sebagai Peserta PBI APBD. Iuran per bulan dibayarkan oleh pemerintah daerah.

“Pakai BPJS lebih mudah. Karena kalau SKTM kan harus diperpanjang per 3 bulan sekali,” tuturnya. Dengan adanya Kartu KIS, Nuraeni tidak perlu direpotkan lagi untuk pengurusan memperpanjang SKTM.

“Cuci darah rutin biasanya dilakukan dua kali dalam seminggu. Yaitu hari Selasa dan Jumat. Saya dengar sih, untuk biaya sekali cuci darah itu Rp 800 ribuan. Jadi kalau sebulan dikali  delapan saja, saya tidak terbayang biayanya yang harus saya tanggung,” cerita Nuraeni saat di temui di ruang perawatan RSK Ginjal Ny RA Habibie Bandung dan tengah menjalani hemodialisa rutin.

Selama menjalani hemodialisa di RSK Ginjal Habibie, Nur tidak pernah mendapatkan pembedaan sama sekali terkait pelayanan kesehatan. Bahkan perawat sangat ramah dan sabar dalam merawat pasien-pasien yang ada di rumah sakit tersebut.

Saat mendampingi proses hemodialisis rutin di RSK Ginjal Habibie, suami Nuraeni ikut berkomentar. “Dengan penghasilan saya yang hanya sebagai buruh pabrik, untuk makan saja pas-pasan. Belum lagi biaya hidup seperti kontrak rumah dan lainnya. Tidak akan cukup untuk membiayai pengobatan yang terbilang cukup mahal. Saya sangat bersyukur dengan adanya BPJS Kesehatan,” tutur suami Nuraeni.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan