Jawa Barat Darurat Neraca Air, Pengamat: Pemprov Abai dan Lalai

BANDUNG – Sudah dapat dipastikan sekarang ini Provinsi Jawa Barat berada dalam kategori darurat kerusakan neraca air. Hal ini disampaikan oleh pemerhati dan pegiat lingkungan dari DPKLTS (Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda), Taufan Suranto, Selasa (5/6).

Beberapa fakta yang menjelaskan kondisi ini di hulu dan di hilir dijelaskan Taufan dapat diuraikan didasarkan kepada data-data berikut.
Kerusakan di hulu, berdasarkan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tahun 2017, sisa lahan resapan air hanya tersisa 15 persen saja dari 38.000 hektar yang tersedia.

Persoalan ini berawal dari perubahan penanganan lingkungan dari yang semula hutan berubah menjadi lahan produksi. Perubahan dan alihfungsi lahan menurut Taufan terjadi karena faktor ekonomi.

”Jika lahan untuk pertanian bisa dikecilkan dan kemudian dimaksimalkan, lahan bisa dialihfungsikan kembali menjadi hutan,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Taufan menilai penguatan ekonomi para petani dan peladang di Jawa Barat sebenarnya dapat dioptimalkan, dalam bentuk peningkatan produktivitas lahan yang didukung teknologi. ”Tidak masalah sebuah kawasan menjadi sentra sayur, tapi penggunaan lahannya kecil, bisa juga dilakukan penggantian komoditas dari sayur-sayur dalam proses penanamannya tidak ramah lingkungan menjadi tanaman yang lebih kuat seperti kopi dan murbei, misalnya, atau bisa sekalian alih lokasi,” jelasnya.

Sementara itu, contoh yang paling jelas dan nyata dari kerusakan lingkungan di hilir, menurut Taufan adalah sampah yang menumpuk di sungai yang diketahui berasal dari daerah-daerah di kawasan Bandung raya dan sekitarnya.

Untuk mengatasi banjir, di kawasan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung sekarang sudah ada rencana pembangunan danau retensi sedalam sembilan meter luas dengan 9.000 meter2. Namun menurut Taufan, kondisi danau retensi tersebut belum jadi tapi sudah ada banjir.

”Ini karena kolam retensi ternyata tidak muat. Sehebat apapun teknologi, yang digunakan tidak bisa mengatasi persoalan alam. Harus pendekatan natural (ekohidraulik) seperti menanam pohon, membangun balong-balong natural, dan pembangunan eco drainase,” tegasnya.

Dijelaskan Taufan, siklus banjir di Jawa Barat awalnya berlangsung lima tahunan. Namun dalam beberapa waktu terakhir sudah meningkat menjadi satu tahun sekali.

Tinggalkan Balasan