Jadi Tuan Rumah Forum Pertanahan Dunia

BANDUNG — Acara Global Land Forum (GLF) rencananya akan di selenggarakan di Kota Bandung sebagai tuan rumah. Even ini, merupakan forum pertanahan terbesar dunia yang diikuti 88 negara. Bahkan, sekitar 600 partisipan internasional rencanannya akan hadir dalam acara tersebut.

Rencananya, Presiden Joko Widodo akan membuka GLF pada 24 September 2018 di Gedung Merdeka. Hari itu juga bertepatan dengan Hari kelahiran UU Pokok Agraria.

Pengarah GLF, Iwan Nurdin mengatakan, Bandung terpilih menjadi tuan rumah konferensi internasional karena pada 1955 di kota ini terjadi Konferensi Asia Afrika.

“Semua orang tahu kota Bandung. Bahkan di buku SD mereka di negara-negara sana membahas KAA dan Bandung itu sendiri,” jelas dia ketika ditemui di balai kota kemarin. (13/9).

Global land forum dihadiri oleh organisasi pembangunan dunia seperti WHO sampai organisasi tingkat terendah di masayarakat perdesaan. Momen spesial ini menjadi langkah untuk melibatkan isu paling penting di dunia. Menurut Iwan, tanah tak bertambah tetapi manusia terus lahir. Akhirnya tanah dikuasai banyak orang.

“Momen spesial ini menjadi spirit untuk Bandung mencari keadilan sosial di bidang pertanahan. Berkaitan dengan pertanian dan perumahan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Walhi Jabar, Dadan Ramdan menyebutkan Global Land Forum menjadi sangat penting lantaran dihadapkan dengan berbagai persoalan. Di antaranya soal ketimpangan penguasaan tanah dan lahan karena segelintir orang menguasai lahan mulai dari perkebunan, kehutanan, hingga pertambangan.

Kaum agraria pemuda pedesaan mengalami persoalan bertani terkait sengketa lahan. Kerusakan lingkungan yang terjadi dengan banyaknya pembangunan menggilas petani untuk mengelola pertanian.

Walhi mencatat dalam kurun waktu lima tahun, petani Jawa Barat dikriminalisasi atas nama pembangunan. Mereka dituduh menyerobot lahan dan melakukan perbuatan melawan hukum pidana. Padahal mereka hanya memanfaatkan tanah terlantar.

Jawa Barat memiliki banyak tanah terlantar. Oleh karenanya, petani berusaha mempertahankan sawah dari praktek pembangunan yang tidak diharapkan.

Dalam dua tahun terakhir, kata Dadan, ada 31 orang yang berurusan dengan kepolisian karena memanfaatkan tanah yang terbengkalai. Paska GLF, masalah tersebut harus ada solusinya.

“Harapannya Pemkot dan Pemprov mampu memperbaiki tata kelola lebih adil sesuai semangat tema GLF yaitu keadilan dan perdamaian,” ujar Dadan. (bbs/yan)

Tinggalkan Balasan