Hentikan Penggunaan Bahan Kimia

NGAMPRAH– Para pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) di Kabupaten Bandung Barat diminta untuk menghentikan dalam penggunaan  boraks, formalin, rhodamine B, kuning metanil yang merupakan bahan kimia dan sering ditemukan untuk bahan campuran makanan dan minuman. Padahal bahan-bahan kimia tersebut, membahayakan kesehatan tubuh manusia.

Larangan penghentian tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 239/ Menkes/ Par/ V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya.

Peraturan Menteri tersebut bukan tanpa dasar. Ada beberapa efek negatif pada tubuh manusia apabila mengkonsumsi makanan atau minuman yang bahannya campuran zat kimia tersebut. Namun kenyataannya, masih saja ada produsen makanan dan minuman yang menggunakan bahan campuran zat kimia yang dilarang Menkes demi untuk meraup keuntungan semata.

“Pelaku IKM diminta agar tidak menggunakan campuran bahan dari zat kimia yang dilarang Menkes. Karena efeknya bisa berbahaya bagi pengkonsumsinya,” ujar Kepala Bidang Agro Industri pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kabupaten Bandung Barat, Yopie Indrawan, Rabu (19/12) di Ngamprah.

Hal itu dia katakan pada saat-saat bertatap muka dengan para IKM agro industri dalam berbagai kesempatan. Bahkan secara khusus pihaknya mengadakan Sosialisasi Bahan Tambahan Pangan Produk Makanan Industri Kecil Menengah Kabupaten Bandung Barat belum lama ini.

Sebanyak 50 peserta IKM se-KBB, mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut untuk menyimak tentang bahayanya bahan campuran zat kimia tersebut. Saat membuat produk, mereka diminta untuk menggunakan bahan-bahan baku yang aman dan tidak berefek bagi kesehatan. Kalaupun dibutuhkan bahan tambahan untuk campuran, bisa menggunakan bahan-bahan alami.

Mereka juga lanjut Yopie, diberikan pemahaman tentang pentingnya mencantumkan nutrisi pace. Tujuannya, mereka diharapkan mengetahui kandungan nutrisi pada produknya. “Mereka harus mencantumkan nutisi apa saja yang ada di produknya, pada bungkus produknya itu. Jadi tidak semata-mata enak atau menarik saja dari produknya. Tapi segi kesehatanpun harus mereka perhitungkan,” paparnya.

Sebenarnya para IKM tidak keberatan jika ada aturan tersebut. Sayangnya hingga saat ini mereka terkendala dengan biaya untuk mencantumkan nutrisi pada produknya. Karena harus membayar biaya laboratorium sebesar Rp 1 juta.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan