Disebabkan Flores Back Arc Thrust

BANDUNG – Dalam kurun waktu dekat, gempa dengan magnitudo besar kembali terjadi di Lombok sebanyak dua kali, yaitu pada 29 Juli dan 5 Agustus 2018. Pada 29 Juli, kekuatan gempa mencapai 6,4 Skala Richter (SR). Namun, gempa lebih besar kembali terjadi pada 5 Agustus dengan magnitude sebesar 7,0 SR.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pun memberikan pemaparan terkait gempa bumi tersebut, khususnya yang berkekuatan 7,0 SR. Kepala PVMBG Badan Geologi, Kasbani mengungkapkan, gempa tersebut terjadi karena adanya aktivitas naiknya sesar di belakang busur Flores atau biasa disebut dengan Flores Back Arc Thrust.

“Gempa ini terjadi karena aktivitas sesar dan ini sesar naik yang berada di busur vulkanik antara Nusa Tenggara dan Lombok,” kata Kasbani di Bandung kemarin (6/8).

Dikatakan dia, kawasan Lombok dan sekitarnya tersusun dari batuan vulkanik dan terdapat banyak sesar yang akan teraktifkan jika terjadi gempa. Menurutnya, sesar yang aktif tersebut akan menimbulkan gerakan berujung rekahan yang berdampak pada bangunan menjadi retak hingga roboh.

Dirinya mengungkapkan, berdasarkan peta rawan bencana yang dirilis PVMBG, kawasan Lombok dan sekitarnya juga temasuk kategori wilayah rawan gempa. Meski begitu, dia menyebut, untuk gempa yang terjadi di kawasan tersebut cenderung berkekuatan menengah.

“Daerah Lombok dan sekitarnya, terutama daerah utara itu mempunyai kerentanan menengah. Dia ada potensi untuk terjadi goncangan sekitar tujuh sampai 8 skala MMI, artinya ini bangunan-bangunan yang kualitas tidak bagus akan roboh,” kata dia.

Berkaca dari hal tersebut, pihaknya meminta Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat setempat harus memiliki kewaspadaan tinggi karena gempa bisa kapan saja terjadi. Menurutnya, bangunan-bangunan yang ada harus sesuai standar agar bangunan maupun rumah-rumah tidak mudah terdampak saat terjadi gempa bumi.

Kasbani mengaku telah memantau lokasi secara langsung setelah terjadi gempa pada 29 Juli lalu. Menurutnya, terlihat bangunan-bangunan yang terdapat di sana tidak memenuhi standar. Sehingga, ketika terjadi gempa besar banyak yang retak hingga roboh.

“Sebagian besar tidak memenuhi standar. Saya berada di sana pada saat itu melakukan pemantauan. Bangunan-bangunan di situ tidak memenuhi standar teknis yang ada,” kata dia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan