CJH Tertipu Rp 14 Juta

MADINAH – Abdul Khodim bin Abdul Rohman tertunduk lesu di atas kursi roda. Matanya merah seperti baru menangis. Calon Jamaah Haji (CJH) asal Pasuruan itu baru saja menjadi korban penipuan. Uang sebesar Rp 14 juta yang terdiri atas Rp 7 juta dan 1.850 riyal (Rp 7 juta) di dalam tas kecilnya raib.

”Tadi saya baru selesai salat Jumat di Masjid Nabawi. Tiba-tiba ada orang menyapa dan menawarkan mengantar saya ke hotel,’’ cerita Khodim saat mengadu ke pos seksi khusus (seksus) di gate 20 Masjid Nabawi kemarin.

Khodim tak punya rasa curiga sedikitpun. Dia menganggap semua orang di Tanah Suci adalah orang baik. Apalagi, yang menyapanya adalah orang Indonesia.

Karena itu, Khodim mau saja diajak masuk ke dalam mobil orang itu. Dia juga hanya diam saat tas saku birunya diambil oleh orang yang belum sempat mengenalkan namanya itu. ’’Katanya mau meriksa dokumen saya, biar bisa mengantar ke hotel,’’ ucapnya lirih.

Khodim tidak menyangka jika orang tersebut menguras semua uang di dalam tasnya. Dia juga tidak curiga saat orang itu tiba-tiba memintanya turun dari mobil, lalu meninggalkannya begitu saja. Khodim baru lemas setelah membuka isi tasnya. ’’Semua uang saya diambil. Sekarang saya tidak punya uang sepeserpun,’’ keluhnya memelas.

Khodim bukan satu-satunya CJH yang menjadi korban penipuan. Panitia Penyelenggara Haji (PPIH) Arab Saudi Bidang Perlindungan Jamaah (Linjam) sering menerima pengaduan serupa. Kepala Seksi Linjam Daker Madinah PPIH Arab Saudi Maskat Ali Jasmun menjelaskan, modus penipuan yang sering terjadi adalah berpura-pura membantu jamaah yang kesasar. ’’Mereka biasanya menggunakan bahasa yang sama dengan calon korbannya,’’ terangnya.

Maskat menuturkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan CJH untuk mengecilkan risiko tertipu di Tanah Suci. ”Jangan langsung percaya dengan orang-orang yang menawarkan bantuan kembali ke hotel atau ke tempat-tempat belanja murah,” kata Maskat.

Dia menjelaskan, para penipu itu punya banyak cara untuk mengelabuhi CJH. Mereka biasanya mengamati ciri-ciri rombongan berdasarkan daerah asal. ’’Mereka menyasar yang setipe bahasanya. Misalnya cari yang berbahasa Lombok, Makassar, atau Aceh, dan lainnya. Terkadang orang kalau didekati secara sopan dengan bahasa daerahnya mudah percaya,” kata perwira polisi berpangkat AKBP itu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan