Zahro Express Contoh Nyata Acuh Prosedur

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Insiden terbakarnya kapal wisata Pulau Seribu Zahro Express kembali menyayat hati masyarakat. Ini sudah kesekian kali kapal di Indonesia mengalami kecelakan yang akhirnya menimbulkan puluhan korban. Penerapan soal keselamatan dan penegakan administrasi tranportasi oleh pemerintah terus menjadi pertanyaan.

Pakar Transportasi Laut Daniel M Rosyid mengatakan, standar industri moda tranportasi laut masih jauh dari standar meski pemerintah Jokowi sudah mencoba memperbaikinya. Menurutnya, selama bertahun-tahun industri maritim menjadi anak tiri pemerintah dengan kebijakan yang tidak ramah.

’’Memang saat Jokowi coba diperbaiki. Tapi setelah bertahun-tahun kemunduran, usaha itu pasti tidak mudah,’’ ujarnya kemarin (2/1).

Dia menjelaskan, usia rata-rata kapal penumpang di Indonesia 15 tahun. Memang, kapal biasanya dirancang untuk bertahan selama 20 tahun. Yang dipermasalahkan adalah, kebanyakan armada-armada baru sebenarnya produk rekondisi dari kapal barang. Padahal, kapal barang dan kapal penumpang punya desain yang jelas berbeda.

’’Standar keamanan untuk kapal penumpang jauh lebih tinggi dari kapal barang. Mulai dari jaket pelampung, pintu keluar, hingga sekoci yang cukup untuk semua penumpang dalam keadaan darurat,’’ jelasnya.

Menurut International Maritime Organization (IMO), ada beberapa persyaratan keamanan dalam kapal penumpang. Antara lain, area evakuasi di kapal jika terjadi keadaan darurat, pendetksi api di kapal, alat pemadam kebakaran, lalau rencana evakuasi untuk setiap seksi kapal.

Namun nyatanya, kapal-kapal seperti Zahro Express tidak mempunyai fasilitas keselamatan memadai. Apalagi, kapal-kapal pengangkut tersebut seringkali tidak mematuhi batas penumpang. Keputusan tersebut terus meningkatkan kerentanan penumpang kapal-kapal tersebut.

Hal tersebut, lanjut dia, ditambah lagi dengan bagaimana spesifikasi kapal penumpang yang masih mengkhawatirkan. Salah satunya, bahan kapal penumpang yang menggunakan fiberglass. Padahal, bahan tersebut sebenarnya rentan terhadap api.  Ditambah lagi dengan budaya penumpang Indonesia yang masih kurang sadar soal keamanan pelayaran.

’’Bahan Fiber memang tidak dianjurkan karena risiko terbakar dan berubah bentuk seiring panas. Namun, hingga saat ini memang tidak dilarang oleh pemerintah,’’ ujarnya.

Di sisi lain, Daniel juga mengaku bahwa penerapan administrasi di industri tranportasi laut seringkali diabaikan. Baik dari pihak pengawas yakni Syahbandar; pihak operator yakni Nahkoda; hingga pihak pengamanan yakni Bakamla. Menurutnya, mereka terpaksa untuk menutup mata karena tuntutan pasar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan