Teknologi ”Daun Talas” Achmad Solikhin Juara Inovasi Kehutanan Dunia

Riset Achmad Solikhin yang menang di Austria tak hanya mengangkat nilai jual kayu, tapi juga bisa turut melestarikan hutan jati dan ulin. Di usia yang baru 25 tahun, sudah akan meraih gelar doktor dan menghasilkan belasan publikasi internasional.

M. HILMI SETIAWAN, Kabupaten Bogor

DI gedung di jantung Kota Wina, Austria, tersebut, Achmad Solikhin terharu dan setengah tak percaya. Namanya baru saja disebut sebagai pemenang lomba inovasi kehutanan tingkat dunia.

”Ada 32 pesaing dari penjuru dunia yang semuanya bagus-bagus. Bekal saya malam itu hanya tawakal,” katanya tentang malam tak terlupakan baginya pada Selasa lalu (20/6) waktu Wina tersebut.

Yang dimenangi Solikhin adalah Schweighofer Prize, ajang yang dipandegani sebuah perusahaan pengolahan kayu dan manufaktur berbasis di Austria. Pemuda 25 tahun kelahiran Jepara, Jawa Tengah, itu menyabet penghargaan tertinggi plus hadiah uang penelitian 5 ribu euro (sekitar Rp 74,4 juta). Yang membawanya ke tampuk juara tersebut adalah riset kayu tahan air (super hydrophobic) berbasis nano.

Oleh juri, riset peserta program pendidikan magister menuju doktor untuk sarjana unggul (PMDSU) Kemenristekdikti itu dinilai sebagai inovasi langka. Di Eropa masih sangat jarang. ”Saking langkanya, saya bahkan sempat ditertawakan beberapa audiens saat presentasi,” kenang Solikhin.

Solikhin sejatinya juga tak berencana sama sekali mengikuti ajang di Austria itu. Yang ”mengomporinya” adalah Prof Suzuki Shigeheko, pembimbingnya saat riset selama tiga bulan di Universitas Shizouka, Jepang. Shigeheko sekaligus adalah wakil rektor di perguruan tinggi tersebut.

Riset pada Desember 2016 sampai Februari 2017 itu dilakukan di tengah menempuh studi PMDSU di Institut Pertanian Bogor (IPB). Solikhin mendaftar program tersebut pada 2013, tak lama setelah lulus dari pendidikan strata 1 di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

Karena menempuh paket kuliah S-2 dan S-3 sekaligus, saat mendaftar PMDSU, Solikhin tidak disuruh menyiapkan rencana penelitian untuk tesis sebagaimana lazimnya mahasiswa S-2. Sebaliknya, Solikhin diminta langsung menyiapkan ide riset untuk disertasi. Bisa dibayangkan, sarjana yang baru lulus langsung disuruh merancang disertasi.

’’Awalnya sempat bingung. Tetapi, berkat bimbingan dosen di IPB, semua berjalan lancar,’’ tutur anak pertama di antara tiga bersaudara yang dua bulan lagi bakal menjalani sidang doktoral (S-3) itu.

Tinggalkan Balasan