Tambah Usia Minimal Nikah

jabarekspres.com, JAKARTA – Desakan supaya usia minimal menikah untuk pihak perempuan masih menguat. Diantaranya disuarakan oleh Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Mereka berharap usia minimal ditambah dari 16 tahun menjadi 18 tahun.

Ketua Umum Komite Pelaksana KUPI A.D. Eridani mengatakan mereka sempat melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait regulasi usia minimal menikah itu. Tetapi akhirnya ditolak oleh MK. Namun Eridani mengatakan semangat untuk menambah usia minimal nikah tidak surut. ’’Kami berjuang melalui revisi UU 1/1974 tentang Perkawinan,’’ jelasnya di Jakarta kemarin.

Eridani menjelaskan ada beberapa pertimbangan usia minimal menikah untuk perempuan perlu ditambah dua tahun. Diantaranya adalah pertimbangan kedewasaan. Menurutnya kedewasaan tidak hanya terkait biologi, tetapi juga mental dan emosi. Selain itu juga terkait dengan kesehatan reproduksi.

’’Dalam fiqih klasik, kedewasaan itu diukur sudah menstruasi. Bagi kami tidak hanya itu pertimbangan kedewasaan,’’ katanya. Faktor pendidikan juga menjadi dasar pertimbangan. Dia mengatakan pada usia 16 tahun, umumnya anak perempuan masih baru lulus SMP atau maksimal kelas X SMA. Tetapi dengan usia 18 tahun, minimal sudah kelas XII SMA atau bahkan sudah lulus SMA.

Dia juga mengkritisi sikap internal pemerintah yang masih mentoleransi pernikahan di bawah usia 16 tahun. Di antaranya muncul dari hasil penelitian yang dilakukan Eridani di Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Probolinggo. Dia mengatakan di lapangan, masih jamak terjadi pernikahan dengan perempuan yang masih berusia kurang dari 16 tahun.

Caranya cukup mudah. Orangtua pihak perempuan yang usianya kurang dari 16 tahun itu, meminta surat dispensasi ke Pengadilan Agama. Supaya tetap diperbolehkan menikah meskipun usianya kurang dari 16 tahun. ’’Seharusnya kalau aturannya 16 tahun, pengadilan tidak boleh mengeluarkan surat dispensasi. Apapun alasannya,’’ jelasnya.

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin siap membawa masukan KUPI itu untuk dibahas di internal pemerintah. Di antaranya dibahas dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA). Lukman mengatakan pemerintah memiliki hak untuk melakukan legislatif reiview atau meninjau untuk merevisi undang-undang.

Lukman mengakui bahwa pernah ada gugatan di MK terkait usia minimal menikah untuk perempuan, tetapi akhirnya ditolak. Dia sendiri mencari informasi langsung kepada hakim MK terkait alasan penoalakan itu. Ternyata untuk urusan menambah usia minimal itu adalah kewenangan legislatif. Pihak MK khawatir jika batas usia itu digetok oleh MK, maka tidak ada kesempatan lagi untuk melakukan penambahan batas usia menikah di kemudian hari.  ’’Jadi pendekatannya bukan judicial review. Tetapi pendekatan legislator review,’’ pungkasnya. (wan/rie)

Tinggalkan Balasan